Posts Tagged ‘Ketua DPR

01
Jun
11

Nurliswandi Piliang: Rosihan Sakit dan Penyakit Wartawan

Wartawan senior Rosihan Anwar kini dirawat di rumah sakit. Usia telah membuat fsisiknya kini renta. Namun integritas dan kepribadian serta kegigihannya membaca, tauladan bagi semua wartawan, juga bagi masyarakat luas.

Di menjelang pukul 06 pagi pada 11 April 2011. Bubu, cocker spaniel berbulu coklat, anjing peliharaan kami seakan paham bahwa tuannya ingin mampir di rumah nomor 13, Jl Surabaya, Jakarta Pusat. Dia menuntun saya menghampiri rumah kediaman Rosihan Anwar, wartawan senior, kini sedang terbaring sakit di RS Harapan Kita. Tak terasa, sudah lima hari ini kami tinggal bertetangga berjarak tiga rumah saja.

Sebuah palem botol dua kali tinggi orang dewasa, batangnya tak lagi gemuk ke tengah. Tujuh daun di bagian atas mengkerut ciut. Di bawah pelepah kecil, butiran buah, bakal palem baru, bermunculan. Seakan mewartakan bahwa generasi baru harus mengambil peran melanjutkan hidup dan kehidupan.

Saya bertanya kepada seorang pemuda berpakaian batik printing merah putih tampak merawat taman kediaman Rosihan. Apakah Pak Rosihan masih sakit?

“Masih Mas. Ia masih dirawat di rumah sakit Harapan Kita.”

“Sudah berangsur membaik.”

Majalah TEMPO 14-20 Maret menulis Memoar tentang Rosihan. Di wawancara itu terlihat sekali bagaimana Rosihan kini sudah sulit berbicara panjang. Beberapa kali wawancara TEMPO, harus terhenti, karena Rosihan harus menghirup oksigen selalu tersedia di kediamannya.

Di saat membaca TEMPO, ingatan saya melayang kepada wartawan senior TEMPO, almarhum Budiman S. Hartoyo. Sosok Budiman berbadan kecil, seukuran badan Rosihan, lebih muda, sudah duluan berpulang pada 11 Maret 2010 lalu. Rosihan yang acap menulis obituari tidak sempat menuliskan sosok Budiman. Saya menulis Sketsanya.

Saya masih ingat ketika enam tahun lalu berdua Budiman sowan ke Rosihan. Sebagai pendiri Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI-Reformasi), Budiman, mengenalkan saya yang menjabat Ketua Umum kala itu.

Kami berbincang tentang penyakit wartawan di era reformasi kini.

Kepada dua orang sosok senior itu, saya menghinakan diri saya suka salah menulis ejaan. Terkadang di menyatakan tempat masih saya tulis dimuka, seharusnya di muka.

Lebih parah lagi, kerendahan hati membaca, sebelum menulis juga kurang. Akibatnya, menulis menjadi datar, pengetahuan menjadi mediocare. Di era digital pula, berita instan menggila. Akibatnya kemampuan reportase, khususnya dalam mendeskripsi, vital mengantarkan seseorang menjadi penulis feature bahkan literair handal, bukan lagi syarat mutlak.

Kenyataan ini menjadi suatu pengingkaran; mengingat medium online mampu menampung beribu kata dalam satu naskah; dapat sebagai ujian menulis penulis, agar pembaca berminat terus mengikuti tulisan hingga habis.

Belum lagi kemampuan berbahasa asing. Sosok seperti Rosihan menguasai lebih dari tiga bahasa asing. Ini terjadi akibat sistem pendidikan di jaman Belanda, mengharuskan siswa menguasai lebih dari satu bahasa asing. Selain Belanda, Inggris, Jerman, bahkan latin.

Kini bahasa Inggris saja saya pah-poh. Apatah pula berbahasa Belanda, Jerman, Perancis. Sehingga berdiri di depan rumah Rosihan pagi ini: saya seakan dicibirkan oleh palem botol yang daunnya dikibas angin.

Wartawan juga sosok gaul. Dengan pergaulan, mengantarkannya memiliki wisdom tentang kehidupan; karena ia berada di masyarakat dari berbagai lapisan. Wartawan harus mencium anyir got butek di Jl. Surabaya, menuliskannya, bertanya ke Pemda DKI, mengapa hingga kini got-got di Jakarta mampet? Bukankah surga di mana air mengalir?

Bertanya adalah satu tugas wartawan.

Kerendahan hati bertanya, mengantarkan kepada pengumpulan fakta, data, cerita apa adanya.

Masih ingat obrolan kami bertiga bagaimana wartawan harus tetap menjaga integritasnya, tidak menerima uang dari sumber berita. Baik amplop apalagi transfer ke rekening.

“Yang lebih memprihatinkan saya, wartawan kini menganut jurnalisme ludah,” ujar Budiman kala itu

“Artinya tidak melakukan verifikasi, verifikasi dan verifikasi, asal kutip.”

Di ranah wawasan bermasalah. Kerja instan. Menerima angpao menjadi target: itulah setidaknya kongklusi penyakit wartawan yang sempat kami bahas.

Hari ini, penyakit itu tidak kian berkurang.

Di banyak daerah wartawan sudah menjadi bagian kekuasaan. Sebaliknya jika mereka berbuat dengan idealisme pers, fisik wartawan, berhadapan dengan ancaman kematian. Tuntutan hidup; keadaan lapangan; membuat wartawan sejati seperti sosok Rosihan, bagaikan barang langka.

Entah karena kelangkaan itulah, agaknya, Rosihan bersikukuh membela para pedagang barang antik di sepanjang ruas Jl Surabaya agar tidak diugusur Pemda. Walaupun kekerapatan warga, umumnya pendatang baru, pernah berencana mengusulkan menggusur pedagang barang antik kawasan itu, agar property mereka bernilai lebih tinggi harganya.

Saya pernah menulis Sketsa mendukung sikap Rosihan terhadap pedagang barang antik itu. Di ranah kehidupan kini segalanya ditakar dengan materi, kemuliaan hidup, kabajikan, wisdom seakan tak bernilai.

Hingga pada kata wisdom itulah jika kawan-kawan bertanya soal mengapa kalimat pejabat publik termulia di negara, seperti kalimat Ketua DPR Marzukie Ali, acap melukai hati warga yang mendengar?

Saya dengan sederhana menjawab: Bapak ketua DPR itu sosok yang pintar bersekolah, hingga master bahkan kini doktor (atau paling tidak mempersiapkan gelar doktor). Ia anak orang berada. Bisnis pribadinya pun sempat maju. Lalu ia masuk partai politik. Tiada yang kurang.

Lantas di mana minornya? Di bahasa saya, Ketua DPR itu kurang gaul. Ia tidak acap berdiskusi dan merasakan variasi dan manca-ragam ranah kehidupan. Ia belum pernah merasakan bagaimana sulitnya mencari seliter beras untuk dimakan hari ini.

Jika ranah kehidupannya, cuma kampus, rumah, lalu mutar begitu rutin, akibatnya hidup kurang berwarna. Sehingga giliran beropini, kehilangan rasa, apakah kata dan kalimat yang diucapkan pantas dan patut. Di sinilah inti persolan.

Sehingga bagi Rosihan, sosok wartawan adalah makhluk yang hidup dan berkehidupan sangat berwarna. “Bila tidak bagaimana pula dia mewarnai kehidupan publik menuju meningkatnya mutu peradaban?” tegas Rosihan.

Maka ketika membaca TEMPO yang memuat memoarnya, saya menyimak penuturannya ketika 7 Juli 1949 menjemput Panglima Besar Soedirman bersama Letkol Soeharto. Ia deskripsikan bagaimana perjalanan bersama Land Rover yang disetir Soeharto yang diam sepanjang perjalanan. Seingat Rosihan, Soeharto hanya mengucapkan kata, “Ayuk minum degan.” Soeharto menawarkannya minum kelapa muda.

Yang tidak dituliskan TEMPO ihwal itu adalah, bagaimana penuturan Rosihan di bukunya, bahwa, sesampai di Jogja, ia melihat sosok pejabat seperti Soeharto sudah berbaju putih baru, sementara Soedirman turun dari gerilya dengan baju yang sama. Sama degan ketika dia berangkat bergerilya.

Maka sesuai dengan penuturan cucu pertama Soedirman, Ganang Soedirman kepada saya, Rosihan pernah menulis bahwa, “Panglima Soedirman sosok yang jujur pada sejarah. Ia pulang dan pergi dengan baju yang sama.”

Maksud kalimat Rosihan itu adalah, Panglima Besar itu tetap sosok manusia biasa, Jenderal rakyat yang merakyat.

Hingga kalimat inilah saya menilai, sikap kerakyatan itu yang kini seakan hilang di lintas ranah birokrasi dan trias politika kita. Sampai pada kongklusi ini, Bubu anjing tua kami, barulah beranjak dari pagar besi abu-abu kediaman Rosihan, sosok langka sosialis, peduli pada human dignity. Dalam skala kepedulian sosial itu, secara fisik kini rasanya saya kian dekat saja dengan Rosihan.

***

Tulisan dari Nurliswandi Piliang atau yang lebih dikenal dengan nama Iwan Piliang ini ditampilkan di blog ini dalam rangka mengenang orang Minang, yang dikenal sebagai wartawan senior Indonesia, Rosihan Anwar, yang baru saja meninggal dunia. Tulisan dari Iwan Piliang ini bisa dibaca langsung di Kompasiana. Kunjungi juga blog dari saudara Iwan Piliang di sini, di sini dan di sini.

Nurliswandi (Iwan) Piliang, blogger literair, maju untuk Pilgub DKI 2012, di jalur independen.

14
Nov
10

10 Kontroversi Marzuki Alie di DPR

VIVAnews – Sejak bulan pertama menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie sudah membuat kontroversi. Terakhir, Marzuki Alie mengundang kecaman luas karena komentarnya soal tsunami di Mentawai.

VIVAnews mencatat, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu setidaknya telah sepuluh kali melakukan tindakan atau mengeluarkan pernyataan yang kontroversial.

Berikut rinciannya:

1. 26 Oktober 2009, atau baru tiga minggu menjadi Ketua DPR. Hari itu, Marzuki menyatakan dukungan untuk menaikkan gaji menteri. “Masak tidak boleh naik. Bagaimana sih,” kata Marzuki. “Kalau sudah lima tahun harga naik berlipat-lipat. Gaji tidak naik terus bagaimana,” kata Marzuki pada 26 Oktober 2009 itu.

2. 27 Oktober 2009, Marzuki Alie membatalkan sepihak rapat kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan dan rapat kerja Komisi VIII dengan Menteri Agama. “Sekretariat (DPR) kemarin meminta rapat dibatalkan atas instruksi Ketua DPR, sampai waktu yang tidak ditentukan,” ujar Ketua Komisi IX, Ribka Tjiptaning, memberi keterangan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 28 Oktober 2009.

Pembatalan macam ini baru pertama kali terjadi selama Ribka menjabat sebagai Ketua Komisi sejak tahun 2004. Marzuki Alie menanggapi, ia sama sekali tidak berniat untuk melarang komisi memanggil menteri. Namun ia meminta agar pemanggilan menteri disertai dengan perencanaan yang baik, inventarisasi masalah yang jelas, sehingga tidak dadakan dan simptomatis.

3. 17 November 2009, Marzuki Alie tidak hadir di rapat paripurna DPR yang seharusnya mengagendakan pembacaan usul hak angket Kasus Bank Century. Akibatnya, usul itu tak dibahas di rapat, meski akhirnya rapat konsultasi empat pimpinan DPR lain menyepakati dibahas pekan berikutnya.

“Kami curiga adanya penghambatan oleh Ketua DPR, seperti pada kasus pemanggilan Menkes oleh Komisi IX terdahulu yang dibatalkan secara sepihak oleh Ketua DPR,” ujar Maruarar Sirait, inisiator usul hak angket kasus Bank Century.

4. 21 Januari 2010, Marzuki Alie secara sepihak menghadiri pertemuan tertutup Presiden SBY dengan sejumlah petinggi lembaga negara di Istana Bogor. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, “Kami tidak merasa terwakili dalam pertemuan itu.”

5. 2 Maret 2010, Marzuki Alie secara sepihak menghentikan rapat paripurna DPR yang membahas rekomendasi Panitia Khusus Angket Kasus Bank Century.

“Saya sudah mendengarkan beberapa orang yang melakukan interupsi konteksnya di luar agenda. Mereka minta langsung memutuskan,” kata Marzuki.

Marzuki tak mengajak bicara pimpinan lain karena menganggap agenda sudah selesai. Dia menolak dikatakan otoriter. “Kita bicara dengan dasar, saya bicara atas dasar tata tertib DPR, apa yang salah?” kata dia.

6. 3 Maret 2010, saat memimpin rapat lobi membahas rekomendasi Panitia Khusus Angket Kasus Bank Century, Marzuki Alie beberapa kali menerima telepon.

“Saat memimpin rapat pun dia ditelepon dan mengangkat telepon itu,” kata salah satu pimpinan fraksi Hati Nurani Rakyat (Hanura), Syarifuddin Sudding.

Siapa yang menelepon Marzuki Alie? “Saya rasa itu orang yang sangat penting sebab dia lagi memimpin rapat, ditelepon, dia mengangkat telepon itu. Dia tidak menyerahkan pimpinan rapat pada pimpinan lain,” kata Syarifuddin.

7. 23 Agustus 2010, Marzuki Alie, menilai bahwa remisi yang diberikan pemerintah kepada mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia yang juga besan Presiden SBY, Aulia Tantowi Pohan, telah memenuhi aturan. Marzuki bahkan memandang Aulia yang notabene merupakan besan Presiden itu, tak layak disebut koruptor.

“Aulia bukan koruptor. Tapi ia ikut kena pasal. Koruptor itu kan makan uang negara, sementara dia cuma ikut membuat kebijakan,” ujar Marzuki.

Besoknya, Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi SP menyatakan, “Bagi KPK, Aulia Pohan sudah melalui proses hukum dan KPK menuntut dia dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”

8. 15 September 2010, Marzuki menyatakan, jangan melihat studi banding ke luar negeri anggota DPR sebagai suatu bentuk pemborosan.

“Karena ini mereka melakukan pengabdian, tugas,” kata Marzuki. “Kenapa tugas? Mereka harus mendapatkan banyak referensi dalam menyelesaikan rancangan undang-undang.”

Apalagi, angka anggaran itu merupakan aturan standar perjalanan dinas yang dibuat Kementerian Keuangan. “Ada surat Menteri Keuangan yang mengatur perjalanan dinas itu,” kata Marzuki. Dan Anggota DPR dalam perjalanan dinas itu mendapatkan uang harian, uang penginapan, dan transportasi. “Terus terang saja, kalau ke Eropa, uang harian itu nggak cukup,” kata Marzuki.

9. 6 Oktober 2010, Marzuki Alie bersama empat pimpinan DPR lain mengundang calon Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Timur Pradopo ke DPR padahal Komisi III DPR belum melakukan uji kelayakan atas Timur. Sejumlah anggota Komisi III lalu meneken mosi tak percaya pada Marzuki.

Komisi III ini lebay ya, mengurusi kerjaan orang,” kata Marzuki mengomentari balik mosi tak percaya itu. Marzuki pun menilai pemanggilan Timur tidak salah dan sesuai tata tertib.

10. 27 Oktober 2010, Marzuki mengomentari bencana tsunami di Mentawai sebagai berikut: ”Mentawai itu, kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah.” Dan menurut Marzuki, sebaiknya mereka direlokasi ke daratan.

Dan untuk yang terakhir ini, rekan separtai Marzuki, Ruhut Sitompul, turut kecewa. “Saya dari dulu melihat sudah tidak cocok dan saya kira Partai Demokrat akan memikirkan apakah Marzuki perlu dibiarkan atau diganti dari Ketua DPR,” kata Ruhut di Gedung DPR, Senin 1 November 2010.

***

Tulisan dari VIVANews di atas, sengaja ditampilkan di blog ini sebagai catatan penting mengenai musibah gempa, tsunami, letusan gunung berapi yang akhir-akhir ini terjadi di pulau Sumatra dan Jawa, maupun mengenai kinerja daripada anggota DPR, pemerintah dan tokoh-tokoh politik lainnya yang layak menjadi pertimbangan dalam memilih anggota DPR, maupun partai politik serta presiden pada pemilu 2014 yang akan datang. Adalah tugas seluruh orang Indonesia untuk memilih orang-orang yang betul-betul mewakili masyarakat Indonesia untuk jabatan-jabatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Sepak terjang Marzuki Alie selama ini, yang telah diuraikan dengan rinci di atas, telah menunjukkan bahwa Marzuki Alie bukanlah wakil rakyat. Sepak terjangnya yang tidak mengindahkan sidang DPR dan hanya peduli pada sang penelepon yang menelponnya selama sidang, yang sudah bisa dipastikan adalah tuannya, yaitu SBY, menunjukkan Marzuki Alie tidak layak untuk menjabat salah satu jabatan paling penting die Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia.

Berita-berita mengenai musibah ini akan diselingi dengan tulisan-tulisan dan postingan lainnya mengenai KKM (Kongres Kebudayaan Minangkabau) 2010 yang akan diadakan oleh para patriarch Minangkabau seperti Saafroeddin Bahar dan Mochtar Naim.

09
Nov
10

Indra J Piliang: Mentawai dan Marzuki Alie

KOMPAS.comMentawai adalah kabupaten kepulauan paling barat di Republik Indonesia. Kabupaten ini langsung berhadapan dengan laut luas: Samudra Hindia. Selama Indonesia berdiri, Mentawai hanya bagian dari masyarakat yang dianggap memiliki peradaban rendah.

Belakangan, Mentawai dikenal sebagai tujuan wisatawan mancanegara, terutama Australia. Lalu, muncullah gempa bumi sejak beberapa tahun terakhir. Mentawai hadir dalam pembicaraan publik nasional. Namun, tidak komprehensif. Cenderung parsial. Bahkan setelah banyak tim nasional dan internasional datang, Mentawai tetap diingat sebagai daerah rawan gempa. Tidak yang lain.

Yang paling memprihatinkan muncul belakangan. Entah dosa apa masyarakat Mentawai sehingga Ketua DPR bernama Marzuki Alie menyalahkan korban tsunami.

”Mentawai itu, kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah,” kata Marzuki (Kompas.com, 27/10/2010). ”Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa.”

Tidak setiap hari

Marzuki Alie sepertinya tak paham dengan apa yang dikatakannya. Mentawai bukan seperti Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang mungkin akan tenggelam akibat abrasi air laut. Mentawai berbukit-bukit tinggi. Di daerah yang terkena bencana tsunami, sebagian penduduk masih sempat naik ke bukit atau tersadar setelah sapuan pertama dan lari ke bukit.

Tsunami tidak terjadi saban hari sekalipun gempa bumi bisa muncul setiap pekan belakangan ini. Jadi, terlalu berlebihan solusi atas masalah Mentawai: meminta pindah penduduknya ke daratan atau Pulau Sumatera.

Sampai detik ini pun tak ada kebijakan itu. Kalaupun ada sosialisasi antisipasi gempa bumi, pemerintah daerah lebih banyak bicara menyangkut evakuasi, bukan pindah sejak dini.

Penduduk Mentawai semakin hidup ke tepi, apalagi yang menghadap langsung ke lautan lepas Samudra Hindia, ketika terdesak kehadiran masyarakat pendatang. Kayu-kayu balak mulai dieksplorasi pada awal tahun 1970-an.

Kedua orangtua penulis termasuk gelombang pertama kedatangan para perantau asal Minangkabau. Bukan hanya kayu, kebun-kebun cengkeh menjadi penyangga perekonomian. Penulis masih ingat bagaimana para pemetik cengkeh mencuci tangan dengan air limun atau soda.

Sebelumnya, Mentawai merupakan bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. Kini, sebagai kabupaten kepulauan, tentu Mentawai berusaha otonom. Sumber pendapatan baru dikejar. Peran penduduk asli meningkat dalam kehidupan sosial dan politik.

Masyarakat laut

Marzuki juga lupa bahwa masyarakat Mentawai adalah masyarakat laut atau pulau. Mereka menghuni pulau itu sejak sebelum Masehi. Bagaimana bisa dalam sekejap bisa mengubah diri menjadi masyarakat daratan?

Mentawai bukanlah Roma yang bisa dibakar dalam semalam oleh Kaisar Nero. Memindahkan seekor gorila saja dari Afrika ke Kebun Binatang Ragunan butuh biaya tak sedikit. Apalagi memindahkan manusia dengan beragam budayanya.

Marzuki mestinya paham itu dengan baik. Kalau tidak paham, Marzuki bisa bertanya kepada pihak yang paham, termasuk anggota DPR asal Sumatera Barat yang berjumlah 14 orang. Sayangnya, satu anggota DPR asal Sumbar dari Fraksi Partai Demokrat justru sedang berada di Yunani ketika Marzuki menyampaikan pendapatnya.

Tak hanya akrab dengan laut, masyarakat Mentawai menjadikan sagu sebagai salah satu sumber makanan pokok, termasuk ulat-ulatnya. Di Sumatera, pohon sagu semakin sulit ditemukan. Mentawai dan penduduk aslinya dalam banyak benak penyelenggara negara tetap saja dianggap sebagai masyarakat terbelakang. Akibatnya, dengan mudah dilakukan program yang sebetulnya mencabut penduduk asli dari habitat aslinya.

Masyarakat Mentawai, baik laki-laki maupun perempuan, tak takut terkena ombak. Perempuan Mentawai malah terbiasa mencari ikan di laut. Bukan laki-laki!

Bahwa Kepulauan Mentawai akan tenggelam dihantam gempa, seperti daratan di sekitar Gunung Krakatau yang meletus dulu, tentu perlu uji sahih dulu. Yang pasti, penduduk asli Mentawai sulit pindah. Kalaupun pindah, ke mana?

Belum pernah terdengar ada transmigrasi suku asli antarpulau, bahkan sejak zaman Belanda. Yang ada hanya program pemukiman berupa kehidupan berkelompok di rumah permanen ketimbang berpindah-pindah.

Bagaimana kalau pernyataan Marzuki dibalik saja: ”Kalau takut gedung DPR miring dan roboh, jangan coba-coba jadi politisi di Senayan”.

*Indra J Piliang, Dewan Penasihat The Indonesian Institute dan Wakil Sekjen DPN HKTI

***

Tulisan dari Kompas di atas, sengaja ditampilkan di blog ini sebagai catatan penting mengenai musibah gempa, tsunami, letusan gunung berapi yang akhir-akhir ini terjadi di pulau Sumatra dan Jawa, maupun mengenai kinerja daripada anggota DPR, pemerintah dan tokoh-tokoh politik lainnya yang layak menjadi pertimbangan dalam memilih anggota DPR, maupun partai politik serta presiden pada pemilu 2014 yang akan datang.

Indra J Piliang adalah salah seorang cerdik pandai  Minangkabau yang berasal dari dua daerah yang terkena musibah di Sumatra Barat yaitu Pariaman dan Mentawai. Lewat tulisan ini, kita bisa
lebih memahami Mentawai dan masyarakat Mantawai.

Berita-berita mengenai musibah ini akan diselingi dengan tulisan-tulisan dan postingan lainnya mengenai KKM (Kongres Kebudayaan Minangkabau) 2010 yang akan diadakan oleh para patriarch Minangkabau seperti Saafroeddin Bahar dan Mochtar Naim.

03
Nov
10

Cendekiawan Sumbar Sesalkan Pernyataan Marzuki Alie

Bogor (ANTARA News) – Cendekiawan Sumatera Barat Dr Ir Ricky Avenzora, M.Sc, yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor menilai pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie tentang bencana gempa dan tsunami di Mentawai naif dan melukai perasaan rakyat Sumbar.

“Pernyataan Marzuki Ali tentang tsunami di Mentawai itu tidak hanya menunjukkan kenaifan seorang pemimpin lembaga legislatif di negeri ini, tetapi juga sangat-sangat melukai perasaan anak negeri Sumatra Barat,” katanya di Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Akademisi bergelar Sutan Linduang Kayo Nan Kayo Panungkek Datuak Tunaro Bagindo dari Desa Sumaniak, Batusangkar, ini menyikapi hal itu sehubungan dengan pernyataan Marzuki Ali di gedung DPR pada Rabu (27/10) bahwa musibah tersebut adalah risiko penduduk yang hidup di wilayah pantai.

Politisi Partai Demokrat itu juga menyatakan Kabupaten Mentawai jauh dan bencana tsunami tersebut konsekuensi bagi warga yang tinggal di pulau.

Marzuki mengatakan, seharusnya warga yang takut ombak jangan tinggal di daerah pantai. Alasannya, jika ada bencana seperti tsunami, proses evakuasinya menjadi sulit.

Bahkan ia juga menyarankan agar warga Mentawai dipindahkan saja, guna menghindari bencana serupa.

Menurut Ricky, jika sebagai pemimpin DPR-RI Marzuki Alie tidak bisa menunjukkan rasa empatinya kepada anak negeri Sumbar yang sedang berduka karena kehilangan sanak saudara yang menjadi korban tsunami di Mentawai, dia seharusnya tidak perlu mengeluarkan pernyataan yang tidak masuk akal dan tak berperasaan.

Marzuki Ali harus tahu bahwa tidak seorang pun di antara kami, anak negeri Sumatra Barat yang takut dengan ombak di pantai ataupun di lautan. Nenek moyang kami telah dikenal sebagai perantau-perantau ulung yang menyeberangi lautan dunia,” kata doktor lulusan Universitas George August Gottingen Jerman.

Ia juga meminta Marzuki Alie agar menyadari bahwa masyarakat tidak bisa dicabut dari akar kehidupan mereka untuk dipindahkan ke tempat lain seperti ide yang dilontarkannya.

“Berapa banyak kesanggupan Marzuki Alie untuk memindahkan semua masyarakat pesisir di negeri ini? Lalu akan dijual kemana oleh Marzuki Alie semua lahan pesisir di negeri ini?“, katanya.

***
Tulisan dari Antara News di atas, sengaja ditampilkan di blog ini  sebagai catatan penting  mengenai musibah gempa, tsunami, letusan gunung berapi yang akhir-akhir ini terjadi di pulau Sumatra dan Jawa, maupun mengenai kinerja daripada anggota DPR, pemerintah dan tokoh-tokoh politik lainnya yang layak menjadi pertimbangan dalam memilih anggota DPR, maupun partai politik serta presiden pada pemilu 2014 yang akan datang.

Berita-berita mengenai musibah ini akan diselingi dengan tulisan-tulisan dan postingan lainnya mengenai KKM (Kongres Kebudayaan Minangkabau) 2010 yang akan diadakan oleh para patriarch Minangkabau seperti Saafroeddin Bahar dan Mochtar Naim.

25
Jan
10

Restianrick Bachsjirun Chaniago: Skandal Bank Century dan Kemungkinan Pemakzulan Presiden-Wakil Presiden

Isu kriminalisasi KPK sukses membebaskan Bibit dan Chandra dari tuntutan hukum dan mengembalikan keduanya ke kursi pimpinan KPK. Sekarang isu kriminalisasi digunakan kembali oleh Faisal Basri ketika di undang oleh Pansus Century dalam kapasitas sebagai ahli ekonomi – Faisal Basri menggunakan isu kriminalisasi dalam konteks bailout Bank Century Tbk. Kebijakan yang berpotensi merugikan Negara Rp. 6,7 triliun itu, tidak bisa dipersalahkan karena hal itu adalah kebijakan yang melekat pada pejabat Negara. Akankah isu kriminalisasi kebijakan Century mampu meyakinkan masyarakat? Mahasiswa dan kelas menengah Indonesia umumnya berpendapat bahwa ada yang keliru dan salah dalam kebijakan bailout Century. Kebijakan itu harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya oleh Menkeu selaku ketua KSSK, melainkan juga Presiden sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan.

Isu kriminalisasi kebijakan ini yang juga dikemukakan Presiden SBY pada pertemuan dengan tujuh pimpinan lembaga tinggi Negara di Bogor, Kamis (21/1). Mereka antara lain Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua MK Mahfud MD, Ketua DPR Marzuki Alie dan Ketua DPD Irman Gusman .

Berbagai bukti, menunjukkan bahwa Century bangkrut atau gagal operasi karena dirampok oleh pemiliknya. Kegagalan Century sama sekali tidak berdampak sistemik. Century terlalu kecil untuk membuat efek domino yang dahsyat. Penyelamatan Century lebih didasari kepentingan tertentu, yang kini tengah diselidiki Pansus dan KPK. Psikologi Pasar yang dijadikan alasan utama bailout Century sulit diterima karena ketika dana penyelamatan digelontorkan, tidak ada antrean nasabah yang menarik dananya. Dana bailout Century justru ditarik oleh sejumlah nasabah besar dan untuk menyiasati aturan, dananya dipecah ke rekening yang lebih kecil, sampai-sampai seorang sopir taksi memperoleh Rp. 200 miliar.

Sebagian besar saksi dan ahli yang diundang Pansus menyatakan, Century tidak layak diselamatkan. Ada pelanggaran hukum serius dalam bailout Century. Pada 21 November 2008, angka bailout sebesar Rp. 6,7 triliun sesungguhnya sudah diketahui BI dan para petinggi KSSK. Dari kesimpulan sementara ini, sebagian anggota Dewan merencanakan untuk meminta pertanggungjawaban langsung dari Presiden SBY. Ada anggota Dewan dan sebagian pengamat yang melihat peluang pemakzulan atau mosi tidak percaya kepada pimpinan tertinggi pemerintahan.

JIKA TERBUKTI MELANGGAR HUKUM

Jika pada akhirnya bailout Century terbukti melanggar hukum dan Konstitusi, dan itu melibatkan pimpinan tertinggi pemerintahan maka hal ini memungkinkan untuk dilakukan pemakzulan atas mereka sebagaimana telah diatur dalam UUD Tahun 1945 sebagai berikut:

Pasal 7A:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatnnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden***).

Pasal 7B:

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.***)

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.***)

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.*** )

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.***)

Pasal 7C:

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.*** )

Pasal 8:

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.*** )
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.*** )

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas Kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.****)

***

Sebagai anak bangsa tentu kita setuju dengan semangat yang sedang bergelora dalam tubuh Pansus Century untuk membongkar secara tuntas skandal tersebut. Kebijakan yang salah, yang terbukti menyalahgunakan kekuasaan, harus dikenakan tindakan hukum. Bukan kriminalisasi kebijakan, tapi memberikan pelajaran kepada pejabat publik untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan. Proses pengambilan keputusan harus transparan dan tidak melanggar hukum yang berlaku. Nah akhirnya, apakah Pansus Century dapat menuntaskan skandal yang telah jelas fakta-faktanya ini sesuai dengan UUD Tahun 1945 atau malah Pansus Century ikut-ikutan melanggar UUD Tahun 1945? Mari kita semua tunggu?!




Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Blog Stats

  • 238.879 hits