Posts Tagged ‘Australia

09
Nov
10

Indra J Piliang: Mentawai dan Marzuki Alie

KOMPAS.comMentawai adalah kabupaten kepulauan paling barat di Republik Indonesia. Kabupaten ini langsung berhadapan dengan laut luas: Samudra Hindia. Selama Indonesia berdiri, Mentawai hanya bagian dari masyarakat yang dianggap memiliki peradaban rendah.

Belakangan, Mentawai dikenal sebagai tujuan wisatawan mancanegara, terutama Australia. Lalu, muncullah gempa bumi sejak beberapa tahun terakhir. Mentawai hadir dalam pembicaraan publik nasional. Namun, tidak komprehensif. Cenderung parsial. Bahkan setelah banyak tim nasional dan internasional datang, Mentawai tetap diingat sebagai daerah rawan gempa. Tidak yang lain.

Yang paling memprihatinkan muncul belakangan. Entah dosa apa masyarakat Mentawai sehingga Ketua DPR bernama Marzuki Alie menyalahkan korban tsunami.

”Mentawai itu, kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah,” kata Marzuki (Kompas.com, 27/10/2010). ”Kalau tinggal di pulau itu sudah tahu berisiko, pindah sajalah. Namanya kita negara di jalur gempa dan tsunami luar biasa. Kalau tinggal di pulau seperti itu, peringatan satu hari juga tidak bisa apa-apa.”

Tidak setiap hari

Marzuki Alie sepertinya tak paham dengan apa yang dikatakannya. Mentawai bukan seperti Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang mungkin akan tenggelam akibat abrasi air laut. Mentawai berbukit-bukit tinggi. Di daerah yang terkena bencana tsunami, sebagian penduduk masih sempat naik ke bukit atau tersadar setelah sapuan pertama dan lari ke bukit.

Tsunami tidak terjadi saban hari sekalipun gempa bumi bisa muncul setiap pekan belakangan ini. Jadi, terlalu berlebihan solusi atas masalah Mentawai: meminta pindah penduduknya ke daratan atau Pulau Sumatera.

Sampai detik ini pun tak ada kebijakan itu. Kalaupun ada sosialisasi antisipasi gempa bumi, pemerintah daerah lebih banyak bicara menyangkut evakuasi, bukan pindah sejak dini.

Penduduk Mentawai semakin hidup ke tepi, apalagi yang menghadap langsung ke lautan lepas Samudra Hindia, ketika terdesak kehadiran masyarakat pendatang. Kayu-kayu balak mulai dieksplorasi pada awal tahun 1970-an.

Kedua orangtua penulis termasuk gelombang pertama kedatangan para perantau asal Minangkabau. Bukan hanya kayu, kebun-kebun cengkeh menjadi penyangga perekonomian. Penulis masih ingat bagaimana para pemetik cengkeh mencuci tangan dengan air limun atau soda.

Sebelumnya, Mentawai merupakan bagian dari Kabupaten Padang Pariaman. Kini, sebagai kabupaten kepulauan, tentu Mentawai berusaha otonom. Sumber pendapatan baru dikejar. Peran penduduk asli meningkat dalam kehidupan sosial dan politik.

Masyarakat laut

Marzuki juga lupa bahwa masyarakat Mentawai adalah masyarakat laut atau pulau. Mereka menghuni pulau itu sejak sebelum Masehi. Bagaimana bisa dalam sekejap bisa mengubah diri menjadi masyarakat daratan?

Mentawai bukanlah Roma yang bisa dibakar dalam semalam oleh Kaisar Nero. Memindahkan seekor gorila saja dari Afrika ke Kebun Binatang Ragunan butuh biaya tak sedikit. Apalagi memindahkan manusia dengan beragam budayanya.

Marzuki mestinya paham itu dengan baik. Kalau tidak paham, Marzuki bisa bertanya kepada pihak yang paham, termasuk anggota DPR asal Sumatera Barat yang berjumlah 14 orang. Sayangnya, satu anggota DPR asal Sumbar dari Fraksi Partai Demokrat justru sedang berada di Yunani ketika Marzuki menyampaikan pendapatnya.

Tak hanya akrab dengan laut, masyarakat Mentawai menjadikan sagu sebagai salah satu sumber makanan pokok, termasuk ulat-ulatnya. Di Sumatera, pohon sagu semakin sulit ditemukan. Mentawai dan penduduk aslinya dalam banyak benak penyelenggara negara tetap saja dianggap sebagai masyarakat terbelakang. Akibatnya, dengan mudah dilakukan program yang sebetulnya mencabut penduduk asli dari habitat aslinya.

Masyarakat Mentawai, baik laki-laki maupun perempuan, tak takut terkena ombak. Perempuan Mentawai malah terbiasa mencari ikan di laut. Bukan laki-laki!

Bahwa Kepulauan Mentawai akan tenggelam dihantam gempa, seperti daratan di sekitar Gunung Krakatau yang meletus dulu, tentu perlu uji sahih dulu. Yang pasti, penduduk asli Mentawai sulit pindah. Kalaupun pindah, ke mana?

Belum pernah terdengar ada transmigrasi suku asli antarpulau, bahkan sejak zaman Belanda. Yang ada hanya program pemukiman berupa kehidupan berkelompok di rumah permanen ketimbang berpindah-pindah.

Bagaimana kalau pernyataan Marzuki dibalik saja: ”Kalau takut gedung DPR miring dan roboh, jangan coba-coba jadi politisi di Senayan”.

*Indra J Piliang, Dewan Penasihat The Indonesian Institute dan Wakil Sekjen DPN HKTI

***

Tulisan dari Kompas di atas, sengaja ditampilkan di blog ini sebagai catatan penting mengenai musibah gempa, tsunami, letusan gunung berapi yang akhir-akhir ini terjadi di pulau Sumatra dan Jawa, maupun mengenai kinerja daripada anggota DPR, pemerintah dan tokoh-tokoh politik lainnya yang layak menjadi pertimbangan dalam memilih anggota DPR, maupun partai politik serta presiden pada pemilu 2014 yang akan datang.

Indra J Piliang adalah salah seorang cerdik pandai  Minangkabau yang berasal dari dua daerah yang terkena musibah di Sumatra Barat yaitu Pariaman dan Mentawai. Lewat tulisan ini, kita bisa
lebih memahami Mentawai dan masyarakat Mantawai.

Berita-berita mengenai musibah ini akan diselingi dengan tulisan-tulisan dan postingan lainnya mengenai KKM (Kongres Kebudayaan Minangkabau) 2010 yang akan diadakan oleh para patriarch Minangkabau seperti Saafroeddin Bahar dan Mochtar Naim.

16
Feb
10

Puti Reno Oesman–Mantan Diplomat Wanita Siap Pimpin Sumbar

Setelah menjadi seorang diplomat dan mengembara diberbagai negara karena ditugaskan pemerintah pusat, Puti Reno Oesman pulang untuk membangun Ranah Minang. Puti Reno Oesman yang akrab dipanggil “One” adalah diplomat senior di Depertemen Luar Negeri (Deplu) yang telah memiliki pengalaman selama 31 tahun. Ia merupakan Bundo Kanduang yang dilahirkan di Padang, tahun 1947  lalu. Putri dari H. Soetan Oesman (alm) ini telah membulatkan tekad akan ikut bertarung dalam Pilkada Sumbar pada Juni 2010 ini.

“Saya pulang dan ingin membangun kembali Ranah Minang. Saatnya Minangkabau merasakan sentuhan tangan perempuan dalam memimpin, ungkapnya. Dikatakannya, sudah cukup lama dorongan untuk ia maju sebagai gubernur di Sumbar, namun Minister Counsellor ini masih memilih menyelesaikan tugas di Deplu. Terakhir One adalah Penanggungjawab Bidang Pensosbud KBRI Moscow, Rusia. Sebelumnya ia pernah ditugaskan di Thailand, Jerman, dan Australia.

Melihat langsung kondisi Sumbar pascagempa, saya bertekad harus membangun kembali berbagai sarana yang rusak, memulihkan mental masyarakat agar mereka tetap semangat menjalani hidup. Kini saya sudah pensiun dari Deplu dan ingin fokus membangun kampung halaman, “ungkapnya.

Dikatakannya, dulu Minangkabau pernah memiliki raja perempuan. Seorang Bundo Kanduang dengan segala potensi yang dimiliki dan perasaan yang halus akan bisa memberikan ketentraman bagi masyarakat. Hingga saat ini Minangkabau menjadi terkenal di seluruh dunia.

“Saya telah berkeliling dunia dalam melaksanakan tugas kenegaraan, orang di luar tahu kalau Minangkabau adalah suku bangsa yang unik dan sangat menghargai perempuan. Kini saatnya Minangkabau mengembalikan itu semua, “ungkapnya.

Dikatakan One, Minangkabau juga terkenal melahirkan banyak tokoh nasional yang berjuang untuk bangsa. Kemerdekaan Indonesia tak lepas dari peran besar orang Minangkabau, sebut Bung Hatta sebagai Proklamator. Lahirnya Pancasila dari pemikiran M Yamin. Perempuan Minangkabau juga telah memberikan kontribusi besar dalam perjuangan dan pendidikan, seperti Rahmah El Yunusiah di Padang Panjang.

“Saya yakin kalau kita komit dalam membangun kembali Minangkabau ini, kita akan jauh lebih baik dari kondisi yang ada sekarang. Apalagi kalau sumberdaya manusia  kita digali dengan bijak,  “katanya.

Foto dan tulisan dari Padang Today

***

Tulisan ini saya peruntukkan untuk para Bundo Kanduang Minangkabau yang telah berjasa dalam membangun kebudayaan, dalam mendidik anak-anak menjadi orang yang berjiwa merdeka dan peduli terhadap masyarakat, serta yang telah membangun hubungan dalam rumah gadang dan kaum.

Tulisan ini juga ditujukan untuk para Bundo Kanduang-Bundo Kanduang lain di Indonesia dan seluruh dunia yang dipanggil dengan sebutan Inang, Bunda, Ibu, Buk’e, Simbok, Umi, Mama, Omak, Mande, Mandeh, Mother, Amma, Amai, Amak, Mamak, Mami, Mamih, Induak, Induah, Mutter, Mutti, Ande, Madre, Maika,Maman, Mom, Mère, Mommy, Um dan Mata. Ini hanyalah sebagian saja dari nama-nama yang dipakai untuk menyebut perempuan yang telah mengandung dan melahirkan seluruh manusia yang ada di dunia ini.

Puti Reno Oesman, sebagaimana layaknya perempuan Minangkabau lainnya, menunjukkan kepedulian yang tinggi kepada masyarakat serta kemampuan dan kemauan perempuan pada umumnya dalam memimpin keluarga dan masyarakat.

Tulisan mengenai Bundo Kanduang calon gubernur Sumbar ini adalah salah satu dari rangkaian tulisan yang khusus menampilkan perempuan-perempuan Minangkabau beserta karya-karya mereka ataupun kiprah mereka di blog ini.

***

Baca juga:

Saya Bangga Jadi Perempuan Minangkabau

Emakku Hj. Nurma Abubakar Piliang-Perempuan Minang Tulen

Mamak-mamak Tidak Tahu Diuntung-Bagian 1

Meiy Piliang: Negeri Nurani Mati

Hanifah Damanhuri Oayobada: Lapau Maya

Daftar Politikus Berpoligami dan Pendukung Poligami

Poligami-Bagian 4

Perempuan Minangkabau sebagai Mamak dan Penghulu

Hanifah Damanhuri Oayobada: Bersatulah Perempuan Minang




Juni 2024
S S R K J S M
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930

Blog Stats

  • 238.885 hits