Posts Tagged ‘Batusangkar

03
Nov
10

Cendekiawan Sumbar Sesalkan Pernyataan Marzuki Alie

Bogor (ANTARA News) – Cendekiawan Sumatera Barat Dr Ir Ricky Avenzora, M.Sc, yang juga pengajar di Institut Pertanian Bogor menilai pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie tentang bencana gempa dan tsunami di Mentawai naif dan melukai perasaan rakyat Sumbar.

“Pernyataan Marzuki Ali tentang tsunami di Mentawai itu tidak hanya menunjukkan kenaifan seorang pemimpin lembaga legislatif di negeri ini, tetapi juga sangat-sangat melukai perasaan anak negeri Sumatra Barat,” katanya di Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Akademisi bergelar Sutan Linduang Kayo Nan Kayo Panungkek Datuak Tunaro Bagindo dari Desa Sumaniak, Batusangkar, ini menyikapi hal itu sehubungan dengan pernyataan Marzuki Ali di gedung DPR pada Rabu (27/10) bahwa musibah tersebut adalah risiko penduduk yang hidup di wilayah pantai.

Politisi Partai Demokrat itu juga menyatakan Kabupaten Mentawai jauh dan bencana tsunami tersebut konsekuensi bagi warga yang tinggal di pulau.

Marzuki mengatakan, seharusnya warga yang takut ombak jangan tinggal di daerah pantai. Alasannya, jika ada bencana seperti tsunami, proses evakuasinya menjadi sulit.

Bahkan ia juga menyarankan agar warga Mentawai dipindahkan saja, guna menghindari bencana serupa.

Menurut Ricky, jika sebagai pemimpin DPR-RI Marzuki Alie tidak bisa menunjukkan rasa empatinya kepada anak negeri Sumbar yang sedang berduka karena kehilangan sanak saudara yang menjadi korban tsunami di Mentawai, dia seharusnya tidak perlu mengeluarkan pernyataan yang tidak masuk akal dan tak berperasaan.

Marzuki Ali harus tahu bahwa tidak seorang pun di antara kami, anak negeri Sumatra Barat yang takut dengan ombak di pantai ataupun di lautan. Nenek moyang kami telah dikenal sebagai perantau-perantau ulung yang menyeberangi lautan dunia,” kata doktor lulusan Universitas George August Gottingen Jerman.

Ia juga meminta Marzuki Alie agar menyadari bahwa masyarakat tidak bisa dicabut dari akar kehidupan mereka untuk dipindahkan ke tempat lain seperti ide yang dilontarkannya.

“Berapa banyak kesanggupan Marzuki Alie untuk memindahkan semua masyarakat pesisir di negeri ini? Lalu akan dijual kemana oleh Marzuki Alie semua lahan pesisir di negeri ini?“, katanya.

***
Tulisan dari Antara News di atas, sengaja ditampilkan di blog ini  sebagai catatan penting  mengenai musibah gempa, tsunami, letusan gunung berapi yang akhir-akhir ini terjadi di pulau Sumatra dan Jawa, maupun mengenai kinerja daripada anggota DPR, pemerintah dan tokoh-tokoh politik lainnya yang layak menjadi pertimbangan dalam memilih anggota DPR, maupun partai politik serta presiden pada pemilu 2014 yang akan datang.

Berita-berita mengenai musibah ini akan diselingi dengan tulisan-tulisan dan postingan lainnya mengenai KKM (Kongres Kebudayaan Minangkabau) 2010 yang akan diadakan oleh para patriarch Minangkabau seperti Saafroeddin Bahar dan Mochtar Naim.

27
Jul
10

Muhammad Ibrahim Ilyas rang Chaniago: Alam Takambang Jadi Ngilu, 1

Hari-hari belakangan ini bertumpuk masalah dan kejadian di sekeliling kita yang membuat dada sesak, pikiran mampet, hingga ingin berteriak, bacaruik*, atau bahkan muntah. Mari lihat beberapa di antaranya. Peterporn, TDL* naik, 48% pemilih tidak memberikan suara untuk pilkada gubernur sumbar, tabung gas meledak di mana-mana, gubernur baru akan dilantik (?), ada pilkada dua putaran di dua kabupaten, pasar kota semrawut, lembaga-lembaga masyarakat sakit, piala dunia dimenangkan oleh Paul Gurita, harga cabe naik dan seorang mentri menyarankan agar berhenti makan cabe, harga barang kebutuhan pokok dan tidak pokok melonjak, siaran tv dilarang, peluncuran buku dibubarkan polisi dan ini: Kongres Kebudayaan Minangkabau I 2010.

Entah apa maksud pencantuman angka satu rumawi itu. Sepanjang pengetahuan saya, sangat panjang deretan aktivitas yang dapat dikatakan sejenis ini. Membentang sejak tahun 1960-an, jejeran aktivitas yang diberi nama kongres, seminar, lokakarya, rundiangan atau apa pun namanya, nyaris tak terhitung. Peristiwa itu pun diselenggarakan oleh lembaga yang sangat beragam: Pemda, Dinas tertentu, lembaga masyarakat, ikatan perantau, mahasiswa, sanggar, nagari dan seterusnya. Kegiatan itu juga berlangsung di banyak tempat: Padang, Batusangkar, Bukittinggi, Jakarta, Medan, Bandung, Yogya dan entah di mana lagi. Saya tak tau apakah ada yang punya catatan dan dokumentasi lengkap tentang ini. Saking banyaknya, saya pernah mengatakan pada Pak Mahyeldi Ansharullah (sekarang wakil walikota Padang) dan Dr. Nusyirwan Effendi (waktu itu saya dan Nusyirwan terlibat sebagai panitia kongres tahun 2006 bersama Wisran Hadi, Darman Moenir, Yulizal Yunus dan Ivan Adilla): sudah patut dan perlu diselenggarakan sebuah kongres atau seminar untuk membahas kongres dan seminar-seminar Minangkabau yang pernah dilaksanakan. Dengan begitu dapat dievaluasi apa yang sudah kita capai untuk dan demi kebudayaan Minangkabau itu.

Kini tiba-tiba kita membaca kalimat Kongres Kebudayaan Minangkabau I. Paling tidak, ini menyiratkan dua hal. Inilah kongres kebudayaan Minangkabau yang pertama kali diselenggarakan. Sebelum ini tak ada yang setara atau lebih baik dari ini. Hal lain, ini menjadi pertanda akan ada kongres ke II dan seterusnya. Mau ditempatkan di mana catatan panjang yang telah terjadi? Bagaimana dengan pengulangan tema dan topik yang hampir selalu terjadi pada peristiwa semacam itu? Ini romantisme masa lalu, nostalgia, atau…? Apalagi ada beberapa tokoh kita yang menjadi langganan pembicara dan topik yang diusungnya nyaris merupakan perulangan-perulangan.

Saya setuju dan sepakat bahwa kita perlu membicarakan kebudayaan Minangkabau. Namun kita harus lebih dulu menyepakati apa yang perlu dibicarakan. Ada beberapa FGD (focus group discussion)yang saya tau dilaksanakan untuk persiapan kongres ini, sayang sekali saya tak berkesempatan menghadirinya, demikian juga beberapa kawan lain. Saya kuatir, ini akan menjadi sesuatu yang menitik dari atas. Alam takambang jadi ngilu...

***

* TDL: Tarif Dasar Listrik

Muhammad Ibrahim Ilyas yang orang Chaniago (Bram Chaniago) berasal dari daerah bernama Lubuak Buayo (Lubuk Buaya) di Padang, Sumatra Barat. Lahir di Padang pada tahun 1963, laki-laki yang dipanggil Bram oleh rekan-rekannya ini adalah seorang pekerja teater yang juga seorang penulis puisi, esai, cerpen dan naskah drama. Pernah terlibat dalam berbagai media massa, kini ia bergiat sebagai Sekretaris Dewan Kesenian Sumatra Barat (DKSB). Sebagaimana layaknya orang-orang pekerja seni lainnya di ranah dan rantau, Bram juga adalah seorang pengamat kebudayaan Minangkabau.

Bram Chaniago adalah salah seorang pendiri daripada grup Debu Minang (yang merupakan “plesetan” dari Gebu Minang) di facebook dalam rangka penolakan terhadap diselenggarakannya Kongres Kebudayaan Minangkabau 2010 yang secara sepihak diprakarsai oleh Brigjen (Purn.) Saafroedin Bahar bersama Mochtar Naim lewat lembaga bernama Gebu Minang dengan mengatasnamakan seluruh masyarakat Minangkabau.

Pemaparan dari Bram Chaniago di atas memberikan gambaran mengenai kongres-kongres dan seminar-seminar mengenai ke-Minangkabau-an dan hubungannya dengan Kongres Kebudayaan Minangkabau I 2010.




Juni 2024
S S R K J S M
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930

Blog Stats

  • 238.885 hits