Posts Tagged ‘KPU

06
Nov
09

Chandra M Hamzah: Tiada Kata Jera Dalam Perjuangan!!!

Oleh: Indra J Piliang
Mantan Aktivis Organisasi Kemahasiswaan UI 1990-an

Kemaren, tanggal 29 Oktober 2009, tepat sehari setelah Hari Sumpah Pemuda, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto ditahan di Mabes Polri. Keduanya dikenakan tuduhan telah menyalahgunakan wewenang sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bagi saya, ini adalah masalah hukum yang pelik dan rumit. Dan saya merasa tidak tahu apa-apa tentang itu, selain hanya membaca perdebatan hukum di media dan bertanya lewat para ahlinya.

Yang ingin saya tulis adalah Chandra M Hamzah. Kami menyebutnya dengan nama Pance. Dulu, ketika masuk UI tahun 1991, dia adalah Ketua Harian Senat Mahasiswa UI. Dalam balairung besar UI, Pance bersuara lantang menyambut para mahasiswa UI yang berjumlah ribuan. Slogan yang dipakai oleh SMUI Tiada Kata Jera dalam Perjuangan waktu itu adalah . Chandra juga Komandan Resimen Mahasiswa UI yang bermarkas di pintu masuk UI, dekat para mahasiswa menunggu bis kuning.

Pance kuliah di Fakultas Hukum UI. Dia berhasil menjadikan Menwa sebagai organisasi yang tidak sesangar di kampus lain. Hubungannya begitu dekat dengan kelompok atau organisasi mahasiswa lain. Begitu juga dengan SMUI, Pance berhasil menjadikan sebagai organisasi yang padu, ketika berhadapan dengan aturan organisasi mahasiswa yang berubah-ubah. Pance menggantikan Eep Saefullah Fatah (FISIP UI) sebagai Ketua Harian SMUI. Di kemudian hari, Bagus Hendraning menggantikan Pance. Proses pemilihan waktu itu dilakukan oleh Ketua-ketua Senat Mahasiswa Pakultas. Setelah itu, baru diadakan pemilihan raya (pemira) dengan ketua terpilih Zulkiefliemansyah (FEUI). Baru berturut-turut Komaruddin (FISIP UI), Selamat Nurdin (FISIP UI) dan Rama Pratama (FEUI). Saya pernah maju jadi Ketua SMUI tahun 1995, namun kalah dari Komaruddin.

Pance adalah organisatoris yang baik. Dia juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Saya masih mengingat bagaimana dia mendekati para yunior satu demi satu, lalu memberikan pemahaman tentang kemahasiswaan. Seingat saya – ada dalam catatan harian saya –, Pance menilai saya sebagai yunior yang susah berbicara. Kalau berbicara, sulit dimengerti. Mungkin karena logat atau memang karena sejak kecil saya “teloh” (bahasa Minang) alias gagap berbicara. Aktivitas di UI memang membuat saya mulai membiasakan diri, pertama lewat catatan di buku sebelum berbicara, lalu pelan-pelan mulai mengandalkan ingatan.

Ketika Pance menjadi Ketua Harian SMUI, kami sempat mengadakan kegiatan nasional dengan tajuk Diskusi Mahasiswa Tentang Tinggal Landas (DMTL). Waktu itu saya kebagian sebagai seksi acara. BJ Habibie hadir waktu itu, juga pimpinan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Sebagian dari pimpinan mahasiswa itu kini menjadi pemimpin dalam dunianya masing-masing, terutama di bidang pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, kaum profesional, intelektual dan lain-lain. Terlalu banyak nama untuk disebutkan. Pada tahun berikutnya, di masa kepemimpinan Bagus Hendraning, diadakan juga Simposium Nasional Angkatan Muda 1990-an: Menjawab Tantangan Abad 21. Kebetulan saya sendiri yang menjadi Ketua Panitia Pelaksana. Eep dan Pance menjadi narasumber dalam kegiatan kemahasiswaan itu.

Saya juga hadir ketika Pance menikah dengan istri pertamanya: Nadia Madjid. Mbak Nadia adalah mahasiswa Fakultas Sastra UI jurusan Bahasa Inggris dan putri Nurcholis Madjid. Masih ada foto perkawinan itu, ketika setiap orang ingin berdiri berdekatan dengan Cak Nur. Selama periode itu, kami beberapa kali bertemu, terutama dalam forum-forum diskusi mahasiswa. Dibandingkan dengan Eep Saefullah Fatah, tentu saya lebih banyak bertemu dengan Eep, baik sebagai nutulis, moderator, sampai kemudian sebagai pembicara pendamping dan pembicara pengganti tentang gerakan mahasiswa. Skripsi saya juga tentang gerakan mahasiswa.

Ketika aksi-aksi mahasiswa 1998 meledak, saya ketemu Pance di pagar halaman kampus UI Salemba. Waktu itu tanggal 2 Mei 1998. Keluarga Besar UI mengerahkan massanya waktu itu, ketika senat-senat mahasiswa justru tidak bergerak. Di kampus terpasang penguruman dari Ketua-Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran UI, Fakultas Ilmu Keperawatan UI dan Fakultas Kedokteran Gigi UI bahwa mereka tidak bertanggungjawab atas aksi mahasiswa hari itu. Saya lihat beberapa tokoh luar kampus hadir di panggung orasi, seperti Ali Sadikin, Adnan Buyung Nasution, dan Rohut Sitompul. Saya sempat mengusir Rohut Sitompul dari atas mimbar.

Kebetulan, para mahasiswa dari luar kampus bergerak di jalanan Salemba dan ingin agar mahasiswa UI ikut turun ke jalan. Para mahasiswa UI sedikit terpancing, tetapi ditahan oleh aparat keamanan bersenjata lengkap di pagar kampus. Saya dan Pance ada di tengah-tengah aparat dan mahasiswa UI itu, mencegah agar mahasiswa tidak keluar kampus dan juga menghalangi aparat yang mendekat langkah demi langkah mendekati mahasiswa. Memang sempat terjadi aksi dorong-dorongan, tetapi tidak sampai menjadi bentrokan. Kepada saya Pance mengatakan bahwa Ia mendapatkan informasi betapa mahasiswa UI akan dikorbankan. Dia mewanti-wanti agar saya menghubungi pimpinan aksi mahasiswa untuk tidak membuat massa mahasiswa UI turun ke jalan. Saya menyampaikan informasi itu di posko yang kami buat di Gang Kober (Kuburan), Depok. Pimpinan KBUI memang berkumpul di sana dan kini sebagian sudah mendapatkan gelar doktor dan masih banyak yang mengambil gelar doktor di luar negeri.

Ketika menduduki Gedung MPR-DPR, Pance juga terlihat di luar pagar. Menurut informasi yang saya dapat, dia berusaha mencegah kalau terjadi penyerbuan atas mahasiswa yang menduduki gedung itu. Pance menyediakan sejumlah bis untuk evakuasi, kalau tiba-tiba terjadi penyerbuan. Isu penyerbuan itu menyebabkan kami tidak bisa tidur. Pada dini hari, pukul 03.00, kami sempat terbangun dan berlari sekencang-kencangnya menuju halaman belakang, karena ada info sweeping dan penyerbuat dari pasukan militer di luar gedung. Gedung DPR-MPR itu tidak jadi diserbu, justru dimasuki oleh banyak sekali tokoh yang kemudian disekanal sebagai tokoh-tokoh reformasi. Peran Pance yang paling besar menurut saya adalah dalam berhubungan dengan ayah mertuanya, Cak Nur.

Setelah semuanya berakhir, Pance saya dengar lebih banyak aktif di law-firm yang dia pimpin. Kebetulan saya juga kenal para tetua di sana yang dikenal sebagai genk Erry Riyana Hardjapamengkas. Dia juga berinisiatif membentuk lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang advokasi hukum. Salah satunya adalah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Ada beberapa teman yang aktif disana. Ketika konflik horizontal meledak di banyak daerah, seperti di Ambon, kelompok itu juga aktif mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat yang kemudian membentuk Forum Indonesia Damai. Saya juga aktid di kelompok itu dan beberapa kali ikut rapat di kawasan Kebayoran Baru. Belakangan, kelompok inilah yang menjadi salah satu pihak yang aktif dalam amandemen Konstitusi, paling tidak dalam mendorong dari belakang. Saya juga terlibat menjadi anggota dari Koalisi Konstitusi Baru (KKB). Adegan paling heroik adalah ketika Bambang Widjojanto merobek naskah pembentukan Komisi Konstitusi versi MPR.

Para pengacara lain setahu saya sibuk dengan menjadi pengacara bagi para tersangka Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, terutama yang perusahaannya masuk ke dalam BPPN. BPPN waktu itu memiliki aset ratusan trilyun rupiah. Rata-rata mereka kemudian menjadi kaya raya. BLBI, kita tahu, telah menghabiskan uang negara sebanyak lebih dari Rp. 600 Trilyun, hampir 100 kali lipat skandal Bank Century. Tetapi tidak ada artinya dibandingkan dengan dana tanggap darurat yang hanya Rp 100 Milyar untuk gempa di Sumatera Barat. Butuh lebih dari 60 gempa bumi lagi berkekuatan 7,9 scala richer agar dana turun Rp. 6 Trilyun. Atau butuh 600 gempa bumi lagi berkekuatan 7,9 scala richer agar dana turun Rp. 600 Trilyun.

Nama Chandra muncul lagi sebagai kandidat pimpinan KPK yang diseleksi di DPR RI. Saya sendiri gagal lolos ke DPR RI sebagai calon anggota KPU. Suara yang diperoleh Chandra berada di urutan atas. Tapi dalam pemilihan Ketua KPK, dia kalah dari Anthasari Azhar. Saya beberapa kali saja mengirimkan sms kepada Chandra atau Pance ini. Sms terakhir saya kirimkan menjelang deklarasi saya sebagai politisi di Universitas Paramadina, Jakarta, tanggal 6 Agustus 2008. Chandra datang dan memberikan kesaksian (lihat di www.indrapiliang.com bagian testimony):

“Terima kasih. Pada dasarnya Saya kenal Indra ini 15 tahun yang lalu. Jadi kebetulan waktu itu saya Ketua Senat Mahasiswa UI dan kemudian Beliau ini masuk dalam seksi kepengurusan. Sejak pertama saya kenal yang namanya Indra itu memang tukang kritik, tukang ribut, apapun dipertanyakan.

Sehubungan dengan niat Indra untuk masuk ke DPR, jadi kami di KPK memang menganggap ada korupsi di pengadaan badan dan jasa, ada korupsi di beberapa sektor lain. Tetapi satu hal yang paling sukses adalah korupsi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

Sampai saat ini katakanlah UU kita UUD 1945, itu umurnya sebelum di amandemen masih berlaku sampai tahun 1999. 55 tahun UUD 1945 itu berlaku dan yang membuat sudah meninggal. Berarti kita dikuasai oleh orang-orang mati. Kitab UU Hukum Perdata di Indonesia itu itu dibuat pada tahun 1930 dan sekarang sudah 2008, berarti sudah 78 tahun.

Jadi seandainya proses pembuatan legislasi undang-undang ini diwarnai dengan nuansa korupsi, maka bisa dibayangkan generasi ke depan akan di kekang atau hidup dalam suasana yang korup. Jadi korupsi yang ada di pengadilan hanya satu orang, satu keluarga atau sekelompok orang, tetapi korupsi yang ada di legislatif menjadi kolektif. Itu adalah sumber permasalahan kenapa bangsa ini menjadi demikian terpuruk. Dan hadirnya Indra mudah-mudahan tidak larut, karena ada beberapa asumsi, mudah-mudahan tidak benar kalau kita masuk ke sarang penyamun, jadi penyamun juga. Terima kasih.

(Chandra M Hamzah, Wakil Ketua, Komisi Pemberantasan Korupsi)”

Terakhir jumpa Chandra saya lupa, barangkali dalam suatu malam di sebuah cafe di TIM ketika sejumlah teman bertemu. Tapi yang jelas, Chandra alias Pance ini adalah produk murni dari reformasi. Almarhum Cak Nur mengatakan bahwa yang dibutuhkan dalam zaman reformasi ini adalah kaum reformis yang otentik. Saya bersaksi bahwa Chandra alias Pance ini adalah produk dari kaum reformis yang otentik itu. Apakah karena itu ia ditahan? Apakah karena itu ia diperiksa? Atau adakah drama-drama lain yang terlihat semakin hebat dipertontonkan dalam produk kemasan seperti sekarang ini? Indonesia jelas berada di tubir jurang negara gagal (failed state). Apakah penahanan Chandra bagian dari sangkakala kematian sebuah bangsa itu, seperti yang pernah ditangisi oleh Kahlil Gibran?

Yang jelas, seperti Chandra yang berucap di hadapan ribuan mahasiswa UI tahun 1991 lalu itu, saya hanya bisa katakan: TIADA KATA JERA DALAM PERJUANGAN!!!

Jakarta, 30 Oktober 2009.

18
Mei
09

DIBALIK KEMENANGAN PARTAI DEMOKRAT PADA PEMILU LEGISLATIF 2009

Oleh: Restianrick Bachsjirun Chaniago, Sekjen Partai Kedaulatan

Berliku, berebut dan penuh intrik. Itulah jalan panjang menuju Istana Presiden. Tahta kekuasaan yang diimpikan banyak orang. Dari warga biasa, kaum terpelajar, pengusaha, tokoh parpol hingga presiden atau wakil presiden yang masih berkuasa. Yang belum merasakan ingin menikmati, yang sudah ingin mengulangi. Tapi adakah yang sadar, bahwa tinggal di dalamnya, duduk di atas singgasananya merupakan amanah rakyat. Sesuatu yang selama ini hanya dijadikan klaim atas nama.

Ada hal lain dari pelaksanaan Pemilu 2009. Bukan karena kekacauan penyelenggaraan Pemilu Legislatif, 9 April lalu dan buruknya kinerja KPU. Bukan pula karena kemenangan Partai Demokrat yang terlihat fantastis dan mengejutkan, dan melorotnya perolehan suara parpol-parpol lain.

Juga bukan karena tingginya angka Golput yang lebih dari 40 persen. Atau karena keluhan banyak warga pemilih yang tidak mendapatkan hak pilihnya. Bukan ini, bukan itu.

Satu hal yang membedakan adalah semua rangkaian fakta tersebut terjadi di tengah hingar bingar konflik di tubuh banyak parpol. Sebelum dan sesudah Pemilu Legislatif, hingar bingar konflik antar parpol maupun antar parpol maupun internal parpol juga tak surut.

Sebelum Pemilu, sejumlah parpol terbelah. PKB berhasil menyingkirkan the founding fathernya Abdurrahman Wahid. Ada Partai Matahari Bangsa yang membayangi PAN. Setelah Pileg, kekisruhan parpol merebak dipicu perbedaan kepentingan koalisi. Golkar, PAN dan PPP mengalami kisruh ini.

Menariknya lagi, di tengah kekisruhan parpol tersebut, ada yang merayakan kemenangan membanggakan: Partai Demokrat. Partai yang mengusung capres incumbent Susilo Bambang Yudhoyono ini meraih prestasi luar biasa, dengan perolehan suara lebih 20 persen.

Kendati menang hebat, reaksi yang timbul di lingkungan Demokrat tidak sehebat prestasinya. Ditanggapi biasa-biasa saja.

Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY menyatakan kemenangan itu bukan sesuatu yang mengherankan. Menurut SBY, rahasia sukses Demokrat karena persiapan matang yang telah lama dilakukan. Sejak 2001 cikal bakal Demokrat sudah menggalang aksi yang disebut “Quite Revolution” atau Revolusi Senyap.

Dijelaskan, istilah ini mengacu pada kerja tim intelijen atau tim yang menggunakan cara-cara intelijen dalam menyukseskan Demokrat. Tim ini pula yang sukses mengantarkan SBY ke kursi RI-1 pada Pilpres 2004.

Tim sukses kali ini melibatkan tak kurang dari sembilan tim. Sebagian besar tim melibatkan purnawirawan jenderal dari TNI dan Polri, seangkatan dengan SBY. Tim ini mengadopsi sistem intelijen militer.

“Diam-diam Partai Demokrat melakukan Quite Revolution”, kata SBY pada satu kesempatan.

Gerakan ini melalui persiapan matang, mulai dari penguatan infrastruktur, peningkatan kemampuan kader hingga pembekalan. Tidak pernah ada “jalan lunak” untuk mencapai kemuliaan, kata SBY.

Kemenangan fenomenal Partai Demokrat dalam Pemilu Legislatif 2009 membuat pendukung SBY semakin percaya diri. Kemenangan itu diyakini akan memuluskan langkah SBY duduk di kursi Presiden RI untuk kali kedua.

Strategi terbuka ataupun operasi intelijen bakal mengharubiru perebutan kekuasaan di Indonesia. Perang intelijen pun siap memakan korban. Kemenangan Partai Demokrat tidak lepas dari peran tim siluman non organik. SBY sendiri sempat menyatakan agar tim struktural Partai Demokrat tidak memusuhi tim siluman SBY. Untuk itu tim struktural tidak pernah menyatakan bahwa kesuksesan Partai Demokrat hasil kerja tim struktural.

Kabarnya, tim sukses SBY juga memiliki tim intelijen yang ditugaskan untuk memecah belah partai politik atau pihak lawan. Tim ini disusupkan dalam kepengurusan partai politik lain.

Bahkan SBY sempat mengungkapkan, kemenangan Partai Demokrat dalam Pemilu 2009 tidak lepas dari cara kerja tim “Cikeas” yang mengadopsi sistem intelijen militer.

Tim sukses Partai Demokrat dan tim sukses SBY terdiri dari sembilan tim, yang sebagian besar menyertakan purnawiran TNI/Polri. Semua tim khusus ini dikomandani Mantan Wakil Asisten Sosial Politik Kepala Staf Sospol ABRI Mayjen (Purn) Yahya Sacawiria. Setelah terbentuknya poros Cikeas, formasi tim sukses SBY bertambah seperti :

JEJARING MILITAN PENDUKUNG SBY

TIM DELTA

Mayjen (Purn) Abikusno

Mengurusi semua perlengkapan kampanye Partai Demokrat

TIM ECHODjoko SuyantoMenggelar operasi intelijen di daerah untuk mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat dan SBY

Mengadopsi fungsi teritorial militer.

TIM FOXTROT (BRAVO MEDIA CENTER)Choel Mallarangeng (Adik Andi Mallarangeng)Lembaga konsultan politik Partai Demokrat

TIM ROMEO

Mayjen (Purn) Sardan MarbunSosialisasi kebijakan SBY yang dianggap berhasil.

TIM SEKOCI

Soeprapto, Irvan EdisonMendata tokoh masyarakat, pengusaha, tokoh agama, tokoh perempuan, petani dan nelayan.

JARINGAN NUSANTARAAndi Arief, Harry Sebayang, Aam Sapulete

Propaganda dan penggalangan lapangan

Didukung jaringan yang loyal dan militan di seluruh daerah.

BARISAN INDONESIA (BARINDO)

Akbar TandjungMengembangkan jaringan pendukung SBY di masyarakat

YAYASAN DZIKIR SBY NURUSSALAM

Kurdi Mustofa, Sudi Silalahi, Habib Abdul Rahman M Al-Habsyi, Edy Baskoro

Menggelar tablig akbar di sejumlah daerah. Berhasil merangkul komunitas berbasis ideologi keagamaan. Didukung kekuatan lintas partai dan lintas disiplin ilmu.

GERAKAN PRO SBY (GPS) Suratto Siswodihardjo, Jenderal Pol (Purn) Soetanto, Marsekal TNI (Purn) Herman Prayitno, Siti Fadilah Supari, MS Kaban, Letjen (Purn) Suyono, Letjen (Purn) Agus Wijoyo, Lili Wahid Pembentukan opini publik terkait peningkatan citra SBY

Dalam pelaksanaannya, tim sukses “Cikeas” terbagi menjadi dua kelompok, tim resmi dan tim bayangan. Disebut-sebut, mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Djoko Suyanto memimpin “tim siluman” tersebut.

Konon, untuk memudahkan koordinasi, Djoko Suyanto sengaja pindah rumah di Puri Cikeas Indah, berdekatan dengan rumah pribadi SBY. Djoko memimpin tim siluman atau “Tim Echo” yang mengadopsi gerakan intelijen hingga ke daerah-daerah.

Tim Echo menerapkan strategi komando teritorial di dunia militer untuk mendongkrak popularitas SBY dan Partai Demokrat. Sebagai layaknya institusi militer, hanya ada satu pemimpin di tingkat kabupaten/kota yang berperan sebagai penggerak lapangan.

Fungsi intelijen juga dijalankan tim sukses lainnya, yakni Tim Sekoci. Tim yang diketuai Komisaris Utama PT Indosat, Soeprapto ini bertugas mengumpulkan data tokoh masyarakat, pengusaha, tokoh agama, tokoh perempuan, petani dan nelayan.

Mantan aktivis mahasiswa juga dilibatkan dalam gerakan intelijen “Cikeas”. Para aktivis itu membentuk kelompok Jaringan Nusantara (JN). Pengamat dan analis intelijen tercatat bergabung dalam JN.

JN dipimpin oleh Aam Sapulete, Andi Arief dan Harry Sebayang. Mantan aktivis itu saat ini menjabat sebagai komisaris di perusahaan BUMN. Aam Sapulete menduduki kursi komisaris PTP Lampung, Herry Sebayang komisaris PTP Sumut, dan Andi Arief komisaris PT Pos. Para aktivis asal Yogyakarta itu dekat dengan SBY ketika masih berdinas di Yogyakarta.

Uniknya, meskipun dikoordinir para komisaris BUMN, lembaga taktis pendukung SBY ini menghimpun dana operasi gerakan dari dana saweran anggota jaringan.

Jaringan Nusantara dikenal militan dalam mendukung SBY. Bahkan JN sempat menuduh sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) sengaja mengembosi SBY dengan menunjukkan kinerja yang buruk.

Bahkan ketua JN Aam Sapulete meminta Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memeriksa pejabat yang mangkir atau lamban dalam melaksanakan perintah Presiden SBY.

Ironisnya, usulan JN secara tidak langsung direspon Kepala BIN Syamsir Siregar. Terkait penangkapan Sekjen Komite bangkit Indonesia (KBI), Ferry Juliantono, Syamsir menyebut para menteri parpol “sontoloyo”. Sejumlah menteri memang tercatat mendukung hak angket kenaikan BBM, Mei 2008.

Nama Harry Sebayang, sempat disebut-sebut dalam aksi “pembelotan” anggota Forum Silahturahmi Keraton Se-Nusantara yang diundang dalam “Pisowanan Agung”, Oktober 2008, mendukung Sri Sultan HB X menjadi presiden.

Belakangan para raja dan sultan Nusantara itu diundang SBY ke Istana Merdeka dengan tanpa dihadiri Sri Sultan HB X ataupun perwakilan Kraton Yogyakarta. Jelas, peristiwa itu kental dengan nuansa politis persaingan SBY – Sri Sultan HB X.

Tim sukses Sri Sultan HB X, Sukardi Rinarkit mensinyalir adanya operasi intelijen untuk mengganjal Pisowanan Agung. Memang, para raja dan utusan kerajaan Nusantara intens bertemua dengan Harry Sebayang di Yogyakarta.

Selain melonjaknya perolehan suara Partai Demokrat yang diperkirakan mencapai 300 persen, fenomena lain yang menarik dari hasil pelaksanaan pemungutan suara 9 April lalu, adalah munculnya sejumlah permasalahan terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Sejumlah permasalahan itu, diantaranya: banyaknya warga yang tidak terdaftar dalam DPT Pemilu 2009, meskipun mereka terdaftar sebagai pemilih pada pemilu sebelumnya atau pilkada; banyaknya warga yang sebelumnya masuk Daftar Pemilih Sementara (DPS) kemudian tidak masuk DPT; serta banyaknya warga yang terdaftar dalam DPT tetapi tidak menerima undangan pencotrengan.

Selain itu, banyak pula warga di daerah tertentu yang menjadi basis partai tertentu tidak terdaftar sebagai pemilih; juga banyak kader-kader parpol tertentu yang tidak terdaftar sebagai pemilih; atau warga yang tercatat sebagai pemilih ganda.

Menariknya, permasalahan-permasalahan terkait DPT tersebut, terjadi secara luas dan merata hampir diseluruh wilayah di Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua. Bahkan di Jakarta, yang tidak ada kendala informasi dan komunikasi juga mengalami permasalahan yang sama.

Pada awalnya, permasalahan terkait DPT ini diduga karena manajemen KPU yang buruk. Namun dengan melihat luas dan meratanya terjadinya permasalahan, beberapa pihak menduga ada kekuatan politik yang bermain.

Beberapa pernyataan petinggi PDI-P, bahkan jauh-jauh hari mengingatkan KPU tentang ketidakakuratan DPT yang dibuat. Di Jawa Timur, pengurus daerah parpol ini menemukan banyak kejanggalan dalam DPT yang dibuat KPU tersebut, yang berpotensi mengurangi suara PDI-P.

Dua pucuk figur Partai Gerindra dan Partai Hanura, juga secara tegas mempertanyakan permasalahan DPT yang amburadul tersebut. Dua pucuk figur parpol yang selama ini kurang bertegur sapa ini, sepakat membentuk sekretariat bersama dan menggandeng parpol-parpol lain untuk mencari bukti “kealpaan” KPU terkait permasalahan DPT.

Kedua parpol ini menduga, kealpaan KPU terkait DPT, adalah tidak semata-mata akibat buruknya manajemen pendataan KPU. Kemungkinan ada kekuatan politik yang ikut bermain dan memanfaatkan data pemilih.

Memang, dari sisi sistem pendataan pemilih, ada perbedaan antara Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Pada Pemilu 2004 pendataan pemilih dilakukan oleh KPU sendiri yang dibantu oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, KPU juga didukung dengan perangkat lunak (software) yang lebih baik sehingga mampu meminimalkan pemilih yang tidak tercatat dalam DPT.

Pada Pemilu 2009, sesuai dengan ketentuan undang-undang, KPU hanya menerima data penduduk potensial dari Departemen dalam Negeri, yang memang bermasalah. Sayangnya, KPU tidak mampu memutakhirkan data itu karena tidak didukung sumber daya yang memadai, kecanggihan perangkat lunak serta terlambatnya pencairan dana dari Departemen Keuangan.

Kalaupun permasalahan perbedaan sistem pendataan itu menjadi alasan ketidakmampuan KPU dalam membuat data pemilih yang akurat, pertanyaannya, mengapa kekurangan kondisi ini juga berlangsung disemua KPU daerah, khususnya dalam menentukan DPT? Mengapa tidak ada KPU daerah yang bisa, misalnya, mengambil alih tugas verifikasi data pemilih didaerahnya sehingga tidak amburadul?

Meski Demokrat melaju sendirian tanpa saingan, toh suara yang diperoleh kendaraan Politik Capres SBY ini masih berada jauh di bawah perolehan golput. Diperkirakan suara golput meledak hingga berada di atas 40 persen, atau yang tertinggi dalam sejarah Pemilu di Indonesia.

Kemenangan Demokrat ini menyisakan misteri. Pasalnya, terdapat fakta bahwa jumlah DPT jauh lebih besar dari yang diperkirakan. DPT pada Pemilu Legislatif 2009 berjumlah 171.265.442. Sedangkan DPT pada 2004 mencapai 148.000.041, atau memiliki selisih 23.265.401. Jumlah DPT itu diperoleh dari 527.344 TPS ditambah 873 TPS yang tersebar di luar negeri, sehingga total TPS mencapai 528.217.

Jika pada satu TPS secara konservatif terdapat 20 orang yang terdaftar dalam DPT 2004, namun tidak terdaftar pada DPT 2009, maka jumlahnya 528.217 x 20 orang. Hasilnya 10.564.340 orang.

Timbul pertanyaan mengenai penambahan 23.265.401 orang pada DPT 2009. Padahal, masih ada sekitar 10.564.340 orang? Jadi total DPT misteri itu ada 33.829.741 orang.

Bila dilihat dari selisih kemenangan antara Parpol peringkat 1 dengan peringkat 2 dan 3 sekitar 7 persen, dikali 171.265.442, hasilnya hanya mencapai 8.392.006 suara. Hal ini bertambah misterius saat mengetahui jumlah golput sekitar 40 persen. Golput tersebut bisa diartikan tidak datang atau suara tidak sah.

Ironisnya, di luar masalah DPT, banyak kecurangan yang tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk membatalkan hasil pemilu. Dasar gugatan sengketa pemilu dibatasi hanya untuk selisih hasil penghitungan suara.

Padahal, intimidasi, money politics, kecurangan dalam pencalonan, penyimpangan birokrasi, dan penyimpangan DPT, akan mempengaruhi hasil pemilu. Tak heran kemudian ada anggapan penggelembungan DPT ini melibatkan intelijen, jajaran pemerintah, KPU dan petinggi partai tertentu. Tetapi yakinlah bau bangkai lama-kelamaan akan tercium juga. (Restianrick Bachsjirun dari berbagai sumber)




Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Blog Stats

  • 238.873 hits