Posts Tagged ‘Jaksa Agung Verheijen

21
Jun
11

Rosihan Anwar: Rangkayo Rasuna Said Ditahan

Membaca sumber-sumber dokumen Belanda dahulu niscaya menambah pengetahuan kita mengenai sejarah. Misalnya surat Jaksa Agung Verheijen kepada Gubernur Jendral De Jonge, dari Medan, tanggal 23 Juli 1933. Dalam surat itu Verheijen mengatakan, ia bersikukuh pada pendirian agar larangan mengadakan rapat (vergader verbod) dilaksanakan di Sumatra Barat. Apa alasannya? Karena di Sumatra Barat telah begitu banyak pemimpin dibina. Mereka dengan mudah mengambil alih tugas pemimpin yang tua-tua, sebab hampir tiap orang Minang pintar berbicara dan mempengaruhi massa. Argumentasi lain yang tidak boleh dianggap sepele ialah apabila dibandingkan dengan daerah lain, kaum perempuan di Sumatra Barat sangat menaruh perhatian terhadap pergerakan serta perkembangan politik. Perempuan mengobar-ngobarkan gerakan politik. Perempuan terkadang lebih hebat daripada kaum laki-laki.

Tokoh-tokoh seperti Rasuna Said dan Rasimah Ismail sama sekali tidak sedikit. Pada banyak rapat kaum perempuan merupakan mayoritas. Kerap kali mereka berpidato dengan lebih tajam dan lebih bersemangat dibandingkan dengan kaum lelakiPemerintah Hindia-Belanda melihat kemungkinan kesulitan yang lebih besar di masa datang, sehingga jika perlu melarang seorang perempuan berbicara di sebuah rapat. Di antara pembicara-pembicara perempuan itu tentu ada yang keras kepala dan mengambil sikap membangkang. Lebih-lebih sering dicontohkan tentang India yang melawan pemerintah kolonial secara pasif dan tanpa kekerasan, sebagaimana diajarkan oleh Mahatma Gandhi. Pendapat pejabat Belanda itu jelas menunjukkan bahwa Belanda menaruh hormat terhadap kaum perempuan Minangkabau yang berperan dalam gerakan politik.

Rasuna Said yang dipanggil Kak Una, anggota pimpinan Permi yang diketuai oleh Haji Moechtar Loetfi, tercatat sebagai pendiri sekolah Thawalib di Padang. Rasuna Said, yang lahir pada 1910, pada usia 23 tahun dihukum oleh Belanda, dimasukkan dalam penjara Semarang. Ia baru bebas ketika Perang Dunia II pecah tahun 1939. Di zaman Jepang ia berada di Sumatra Barat dan di zaman Republik pindah ke Jawa menjadi anggota Badan Pekerja KNIP, kemudian anggota Parlemen RI. Dari 1959 hingga 1965, saat ia meninggal dunia, Kak Una menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI. Tatkala dipenjarakan tahun 1933 Rasuna Said didatangi oleh Controleur BB di Tanah Batak (Balige) dan di ranah Minang (Payakumbuh), Dr. Daniel van der Meulen, yang membujuknya agar ia meninggalkan pergerakan nasionalis dan keluar dari Permi. Van der Meulen sesungguhnya melakukan brainwashing atau cuci otak terhadap Rasuna. Hasilnya nol. Kak Una, perempuan Minang yang garang itu, tidak bisa ditundukkan.

Dalam memoarnya, Hoort jij die donder niet? (Apakah Anda tak dengar bunyi petir itu?) yang terbit tahun 1977, Dr. Daniel van der Meulen, yang pernah menjadi Asisten Residen di Palembang dan Makasar, menuturkan lebih jauh percakapannya dengan Rasuna Said. Rasuna adalah guru sekolah menengah Islam di Padang Panjang yang dipimpin oleh Rahmah el-Yunussi, dengan jumlah pelajar perempuan lebih dari 1.000 orang. Sebagai pemimpin Permi, Rasuna biasa berpidato berapi-api menentang kekuasaan Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk membungkamnya, pemerintah kolonial terpaksa menangkap Rasuna Said.

Controleur Van der Meulen, yang melakukan pemeriksaan atas Rasuna Said, tiap malam bercakap-cakap dengan perempuan ini di dalam selnya. Ia mengorek kehidupan Rasuna, yang menikah dengan rekannya, guru di sekolah yang sama. Mereka mempunyai seorang putri. Tapi perkawinan mereka tidak bahagia.

Rasuna, karena perbuatan Anda sendiri, Anda akan dihukum. Saya akan mengajukan hal-hal yang meringankan. Usia Anda masih muda, Anda berbakat pidato, wajah Anda elok, tetapi semua ini tidak akan mencegah penghukuman. Pakailah waktu untuk berpikir mengenai kegagalan-kegagalan Anda. “Usahakan berbuat sesuatu yang baik, dan janganlah kembali ke jalan politik,” demikian ujar Van der Meulen.

Rasuna tak bisa dibujuk untuk menyerah. Ia dihukum dan masuk penjara perempuan di Semarang.

Kini di Jakarta, di daerah Kuningan, ada jalan Rangkayo Rasuna Said. Sebagai kenang-kenangan kepada seorang perempuan Minangkabau yang bergerak di bidang politik melawan pemerintah kolonial Belanda.

***

Tulisan mengenai Rasuna Said di atas ditampilkan di blog ini dalam rangka mengenang orang Minang, wartawan senior Indonesia yang dikenal dengan nama  Rosihan Anwar, yang baru saja meninggal dunia. Tulisan dari Beliau ini bisa dibaca langsung dalam bukunya Sejarah Kecil “Petite Histoire” Indonesia Jilid I. Buku ini juga memuat sejarah kecil-sejarah kecil lainnya dari banyak daerah di Indonesia termasuk peristiwa-peristiwa seperti perang Aceh, RMS Maluku dan Timor Timur. Buku ini sangat layak menjadi bacaan orang-orang yang ingin  mengetahui Indonesia lebih jauh serta mereka yang berminat dalam bidang sejarah pada umumnya.

***

Tulisan ini saya peruntukkan untuk para Bundo Kanduang Minangkabau yang telah berjasa dalam membangun kebudayaan, dalam mendidik anak-anak menjadi orang yang berjiwa merdeka dan peduli terhadap masyarakat, yang telah berjuang melawan kekuasaan penjajah dan para patriarch dunia dan yang telah membangun hubungan dalam rumah gadang dan kaum.

Disamping itu, tulisan ini juga ditujukan untuk para Bundo Kanduang-Bundo Kanduang lain di Indonesia dan seluruh dunia yang dipanggil dengan sebutan Inong, Inang, Bunda, Ibu, Buk’e, Simbok, Umi, Mama, Omak, Mande, Mandeh, Mother, Amma, Amai, Amak, Mamak, Mami, Mamih, Induak, Induah, Mutter, Mutti, Ande, Madre, Maika, Maman, Mom, Mère, Mommy, Um dan Mata. Ini hanyalah sebagian saja dari nama-nama yang dipakai untuk menyebut perempuan yang telah mengandung dan melahirkan seluruh manusia yang ada di dunia ini.

Rasuna Said, sebagaimana umumnya perempuan Minangkabau lainnya, menunjukkan sifat perempuan Minang yang cerdas, keras hati dan pemberani, tingginya kepedulian mereka kepada masyarakat serta kemampuan dan kemauan perempuan Minangkabau pada umumnya dalam memimpin keluarga dan masyarakat.

***

Cerita mengenai Rasuna Said ini merupakan tulisan ke-19 di blog ini mengenai rencana pelaksanaan Kongres Kebudayaan Minangkabau 2010 atau yang dikenal sebagai KKM 2010 oleh para patriarch Minangkabau seperti Saafroeddin Bahar dan Mochtar Naim. KKM 2010 telah berganti nama menjadi Seminar Kebudayaan Minangkabau Gebu Minang (SKM GM) yang dilaksanakan beberapa bulan yang lalu.

Kisah di atas juga berkenaan dengan perbuatan-perbuatan biadab kaum Padri sekitar 200 tahun yang lalu, terhadap orang Minangkabau dan budaya Minangkabau, serta usaha-usaha penghancuran dan patriarkalisasi budaya Minangkabau yang berlangsung secara terus menerus, yang sudah dimulai jauh-jauh hari sebelum masa kaum Padri dan yang masih terus berlanjut sampai sekarang. Kini usaha-usaha itu menjadi semakin intensif dan memiliki beragam motif; mulai dari penghancuran dan penjinakan masyarakat Minangkabau oleh bapak-bapak penguasa Republik Indonesia sampai kepada isu-isu seperti penerapan Syariat Islam, kekhalifahan Islamiyah, arabisasi, arab-saudisasi maupun peng-Islam-an orang Minangkabau lebih lanjut yang dianggap belum menjalankan “Islam yang benar”, “orang Minangkabau dan budaya Minangkabau yang Jahiliyah” dan lain-lain ungkapan penistaan terhadap budaya Minangkabau dan orang Minangkabau.

Kisah dari Rasuna Said, salah seorang perempuan Minangkabau, memberikan gambaran yang baik mengenai bagaimana budaya matriarkal Minangkabau membentuk perempuan. Keberanian serta kemandirian dari kaum perempuan Minangkabau inilah yang hendak dirusak oleh para patriarch Minangkabau selama ini yang menginginkan kaum perempuan Minangkabau menjadi perempuan-perempuan yang tunduk sepenuhnya di bawah kaki laki-laki dan berlaku sebagai budak laki-laki di rumah sebagaimana layaknya perempuan-perempuan dari budaya patriarkal di seluruh dunia seperti perempuan Batak, perempuan Jawa, perempuan Sunda, perempuan Bali, perempuan Lombok, perempuan Bugis, perempuan Papua, perempuan India, perempuan Cina, perempuan Jepang,  perempuan Arab dan perempuan Barat.

Kisah kehidupan dari seorang Bundo Kanduang yang bernama Rasuna Said ini adalah salah satu dari rangkaian tulisan di blog ini yang khusus menampilkan perempuan-perempuan Minangkabau beserta karya-karya mereka maupun kiprah mereka dalam keluarga dan masyarakat termasuk dalam bidang politik, perjuangan nasional dan perjuangan melawan para patriarch dunia.

***

Baca juga tulisan-tulisan berikut ini mengenai perempuan Minangkabau lainnya:




Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Blog Stats

  • 238.879 hits