17
Apr
08

Sebuah pledoi menentang negara Islam

Apabila kita melihat ke negara-negara yang dianggap sebagai “contoh teladan” daripada “negara Islam” tidak akan ada seorangpun orang Indonesia yang akan mau dengan negara Islam. Berikut ini kita akan lihat betapa biadab dan ganasnya kekuasaan negara Islam terhadap orang-orang yang hidup dibawah naungannya baik itu perempuan, laki-laki, anak-anak ataupun kelompok cerdik pandainya.

Kelompok yang tidak tersentuh sudah jelas yaitu kelompok penguasa yang terdiri dari raja atau Presiden dan orang-orang dari kelompok yang secara de facto berkuasa, misalnya laki-laki dewasa dari kelompok-kelompok “pemimpin agama”.

Arab Saudi

Arab Saudi adalah perwujudan apa yang layak disebut sebagai setan dunia, sekte di dalam Islam yang mendukung absolutisme kerajaan, bersama dengan perlakuan sewenang-wenang, biadab dan kejam kepada warganya terutama yang tidak termasuk kedalam kelompok penguasa atau kelompok laki-laki dewasa yang merupakan kelompok yang diutamakan.

Di negara ini perempuan adalah kelompok kelas terendah yang tidak punya hak apa-apa, tidak ada harganya dan hanya berlaku sebagai korban dan warga negara kelas rendahan.

Arab Saudi adalah asal muasal sekte yang bernama Wahabisme. Sekte ini bermula dari seorang fanatik bernama Mohamed ibn Abd al-Wahhab (1703 – 1792), dari mana nama Wahabisme diturunkan. Sekte-sekte dalam Islam menganggap bahwa kepercayaan merekalah yang paling benar, walaupun sebenarnya paham ini diciptakan untuk melindungi dan mengukuhkan kekuasaan raja-raja kejam dan biadab Arab Saudi. Ini terbukti dengan tidak berlakunya hukuman-hukuman “untuk pelanggaran agama” bagi keluarga kerajaan dan kelompok penguasa dalam bidang agama. Wahabisme berlaku hanya untuk rakyat Arab Saudi dan kelompok-kelompok aliran-aliran dalam Islam lainnya yang menurut pengikut Wahabisme tergolong ke dalam “bukan Islam yang benar”. Adapun praktek-praktek biadab dan teramat sangat kerjam yang dilakukan terhadap penduduk Arab Saudi adalah sebagai berikut:

1. Hukuman pancung kepala untuk “kejahatan-kejahatan berat”, yang tentu saja berdasarkan pengertian penguasa dan bukan ditujukan untuk kelompok penguasa.
2. Hukuman potong tangan bagi pencuri. Menurut orang Islam fanatik maka hukuman ini akan mengurangi pencurian dan korupsi (pencurian besar-besaran). Menurut hukum ini, orang-orang seperti Suharto, Lim Sioe Liong, Akbar Tanjung atau Harmoko semestinya dipotong tangannya. Akan tetapi berdasarkan prakteknya di Arab Saudi, keluarga kerajaan dan kelompok penguasa agama kebal terhadap hukuman ini walaupun mereka sangat korup. Hukuman ini hanya berlaku untuk kalangan “bukan penguasa”. Jikalau Indonesia sampai mengikuti aliran ini, yang sepertinya sudah mulai menguat lewat pembiayaan lembaga-lembaga ke-arab-an yang dibiayai oleh Arab Saudi di Indonesia, paling-paling hanya maling ayam atau pencuri kecil-kecilan lainnya yang akan di potong tangannya dan bukannya koruptor (maling besar) besar seperti Suharto, yang kematiannya saja masih dikunjungi secara hormat oleh pejabat negara penjilat-penjilat seperti Yusuf Kalla dll. Yang berlaku selama ini juga hanyalah pengeroyokan maling-maling kecil di pasar sampai mati dan bukannya maling besar seperti Edi Tansil, Bob Hasan ataupun Tommy Suharto.
3. Arab Saudi memberlakukan apa yang disebut sebagai “Gender Apartheid”, seperti sistim apartheid yang pernah berlaku di Afrika Selatan dengan Nelson Mandelanya, cuma sistem Gender Apartheid ini berlaku terhadap perempuan. Perempuan tidak ada nilainya, cuma berlaku sebagai mesin seks dan mesin penghasil anak, tidak punya hak apa-apa, dan layak diperlakukan sesuka hati oleh kelompok laki-laki. Hanya 5% perempuan Arab yang berkerja dan memiliki penghasilan sendiri, karena itu mereka sangt rentan terhadap kekerasan seksual dari pihak laki-laki dan pemukulan oleh suaminya, bapaknya maupun saudara laki-lakinya. Mereka tidak bisa muncul didepan umum kalau tidak berpakaian hitam-hitam yang disebut dengan abaya dengan hanya bisa memperlihatkan matanya dan harus ditemani oleh “muhrimnya”. Sedikit sekali yang berpendidikan, banyak yang tidak mempunyai penghasilan sendiri. Banyak pekerja-pekerja (pembantu rumah tangga) yang berasal dari “negara-negara miskin” seperti Indonesia, Bangladeh, India dan Pakistan yang menjadi korban pemerkosaan laki-laki Arab Saudi yang gatal dan biadab. Laki-laki tersebut bebas melakukan apa saja, ketika perempuan melawan, maka banyak dari mereka yang diberi hukuman mati. Karena menurut logika biadab hukum Arab Saudi, laki-laki adalah mahluk suci. Seandainya mereka melakukan pemerkosaan maka yang bersalah bukanlah laki-laki tersebut melainkan perempuan yang diperkosa. Logika yang benar-benar bodoh dan biadab!!!

Hukuman cambuk dan penjara yang sedianya akan diberikan bagi perempuan muda berumur 19 tahun yang baru-baru ini diperkosa secara beramai-ramai oleh laki-laki Arab Saudi membuktikan kebiadaban dan kekejaman tatanan hukum wahabisme yang ingin diterapkan di Indonesia ini. Para pemerkosanya malah bebas. Yang diancam akan dihukum cambuk 200 kali dan dipenjara 6 bulan adalah perempuan umur 19 tahun tersebut, yang diperkosa secara beramai-ramai hanya dengan alasan bahwa si perempuan ketika diperkosa beramai-ramai sedang tidak ditemani oleh muhrimnya!!!. Perempuan muda tersebut akhirnya “diampuni” oleh Raja Arab Saudi bukan dikarenakan pemikiran bahwa pemerkosaan terhadapnya sebagai sesuatu hal yang biadab, melainkan karena desakan dunia Internasional, bantuan dari pengacara laki-laki Arab, suami si korban serta masyarakat Arab lainnya yang ingin Reformasi terjadi di masyarakat Arab Saudi. Yah, masyarakat Arab Saudi juga ingin reformasi dari rajanya yang lalim dan absolutis dan membebaskan Arab Saudi dari citra buruknya terhadap perempuan.

Atas nama Bundo Kanduang, para Niniak dan Mamak urang awak, Bunda saya dan seluruh perempuan sedunia, saya menyatakan menolak kebiadaban orang Arab Saudi ini baik terhadap perempuan-perempuan, laki-laki maupun anak-anak dari bangsa Arab maupun bangsa-bangsa lainnya di dunia yang menjadi korban dari kebiadaban penguasa Arab Saudi dan menolak disebarkannya ajaran setan ini di Indonesia.

4. Sikap yang memusuhi hubungan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi sebaliknya mendorong tumbuh suburnya budaya homoseksualitas.
Ilmuwan-ilmuwan dalam bidang ke-Islam-an (dan ke-arab-an tentunya) menemukan bahwa di Arab Saudi, bertentangan dengan anggapan umum yang menyatakan bahwa Islam menentang homoseksualitas, adalah masyarakat dimana homoseksualitas berkembang dengan subur dan sudah dalam tahap sangat maju dalam ke-homoseksualitasannya. Tidaklah aneh dimana hubungan antara laki-laki dan perempuan dianggap tabu dan bahkan dilarang, maka sebaliknyalah yang akan tumbuh subur. Polisi seksual sibuk memantau laki-laki dan perempuan yang berpegangan tangan, atau lain-lain aktivitas berkasih-kasihan yang normal lainnyaa ntara laki-laki dan perempuan. Akan tetapi laki-laki homoseksual bisa bebas berkasih-kasihan di tempat umum dan dimanapun mereka berada. Laki-laki homoseksual bisa bebas hidup bersama tanpa ada kontrol seperti diakui oleh laki-laki homoseksual di Arab Saudi pada suatu kesempatan wawancara. “Polisi seksual berlaku hanya untuk pasangan heteroseksual” tapi tidak untuk kami, para homoseksual. “Arab Saudi adalah surga bagi pasangan homoseksual“, tambahnya lagi. Homoseksual dikalangan perempuan juga tersebar luas, cuma karena perempuan terbatas geraknya dan secara ekonomi tergantung kepada laki-lakinya, mereka tidak bisa terlalu bebas menyatakan ke-homoseksualitasannya. Dikarenakan pasangan heteroseksual tidak bisa berkasih-kasihan dan menyalurkan rasa kasih sayang secara bebas, hasilnya adalah penyaluran dalam bentuk homoseksualitas karena lebih mudah, aman dan tidak ada risiko dari polisi seksual.

Afghanistan

Afghanistan adalah negara yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan karena terjepit di antara banyak kekuasaan dunia:
1. Kekuasaan Arab Saudi yang ingin menyebarkan ajaran sekte Wahabismenya keseluruh dunia, dimana Afghanistan adalah salah satu proyeknya yang berhasil
2. Amerika Serikat dengan bantuan negara-negara lainnya terutama Inggris untuk mendapatkan jalur pengangkutan minyak yang murah dari Turkmenistan (sumber minyak di Asia Tengah), melalui Afghanistan (sebagai pilihan termurah dari jalur pipa untuk pengangkutan minyak)
3. Kekuatan-kekuatan politik dunia lainnya yang mempunyai kepentingan akan kedudukan Afghanistan yang geostrategis di Eurasia di antara dua kekuatan dunia yang tersisa: Eropa dan Asia.
4. Kepentingan penguasa dunia untuk menyebarkan Islam fanatik cara Arab Saudi yang telah terbukti bisa menghancurkan Uni Soviet dan menghasilkan tentara-tentara dan milisi “Islam” yang sangat berjasa dalam mengamankan jalur pipa untuk pengangkutan minyak dari Turkmenistan dan menjelek-jelekkan citra pemeluk Islam di dunia termasuk di Indonesia sebagai teroris
5. Pembunuhan masal dan “ethnic cleansing” yang dilakukan terhadap orang-orang Islam yang dianggap tidak mengikuti “ajaran Islam yang benar” oleh orang-orang Islam sendiri yang bernaung di bawah nama Mujahidin, Taliban, ALiansi Utara dan lainnya. Jutaan orang Afghanistan dibunuh oleh tentara-tentara “Islam” ini yang dibiayai secara gabungan oleh Arab Saudi, perusahaan minyak Amerika Serikat seperti UNOCAL, dll

6. “Tentara-tentara Islam” dari faksi manapun baik dari Mujahidin, Taliban, atau Aliansi Utara semuanya adalah pembunuh fanatik yang melayani kepentingan kekuasaan atas minyak di Asia Tengah dan heroin di Afghanistan.

7. “Tentara-tentara Islam” di Afghanistan sebagai bagian dari pelaku perdagangan heroin dunia.

Perempuan di Afghanistan punya nasib sama dengan perempuan Arab Saudi, bahkan lebih buruk lagi. Mereka harus memakai Burqa yang lebih tidak nyaman lagi daripada pakaian hitam-hitam di Arab Saudi, harus berhadapan dengan peluru, permerkosaan, pemukulan, pemaksaan untuk menjadi pelacur dan lain-lain. Mereka tidak boleh menikmati pendidikan dan tidak bisa ditangani oleh dokter bila mereka sakit karena hanya laki-laki yang bisa menjadi dokter dan karena perempuan tidak boleh berdekatan dengan laki-laki yang berprofesi sebagai dokter, dan lain-lain perlakuan biadab.

Anak-anak kecil perempuan tidak boleh bersekolah, dan hanya bisa diam di rumah. Anak laki-laki kecil hanya bisa ke sekolah “Islam” dimana yang diajarkan hanya pengetahuan untuk menjadi tentara Islam, ajaran-ajaran untuk membenci perempuan dan harus juga menjadi pemuas nafsu para laki-laki dewasa homoseksual yang menyukai anak laki-laki kecil (pederasty dan pedofili), yang umum dalam sekte-sekte Islam di seluruh dunia.

Arabisme

Arabisme adalah pandangan yang menganggap bahwa apa yang berasal dari Arab atau yang berkenaan dengan orang Arab dan budaya Arab adalah suci dan harus diikuti. Arabisme diantaranya meliputi hal-hal berikut ini:

1. Penghormatan secara berlebihan terhadap orang-orang keturunanan Arab karna dianggap keturunan Nabi Muhamad. Walaupun kita dihadapi dengan kenyataan perlakuan buruk Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya terhadap TKW dari Indonesia seperti permerkosaan, hukuman mati, perlakuan layaknya budak, tidak dibayar gajinya dll, serta perlakuan buruk pengusaha-pengusaha Arab Indonesia terhadap TKW Indonesia.
2. Pemaksaaan cara berpakaian Arab misalnya kerudung untuk perempuan dan sorban untuk laki-laki. Yang akhirnyapun cuma dibatasi untuk perempuan, laki-laki yah pakai pakaian Barat-lah… Kan kereeeeen.
3. Anggapan bahwa kata-kata Arab adalah lebih suci daripada kata-kata bahasa Melayu-Indonesia (Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu yang pertama kali dibudayakan oleh orang-orang Minangkabau seperti Tan Malaka dan Muhamad Yamin). Contoh paling layak adalah kebencian terhadap kata Melayu kawin dan penggunaan kata Arab nikah yang dianggap sebagai kata yang lebih “suci”.

Arabisme dalam bentuk paling extrimnya berarti mengikuti kebiasaan dari sekte Wahabisme yang berlaku di Arab Saudi dan negara-negara tetangganya seperti Bahrain, Yemen dan Oman maupun negara pengikut setianya seperti Afghanistan.

Islam atau Arabisme?

Mempercayai agama Islam tidak sama dengan memeluk Arabisme, hal inilah yang banyak tidak difahami oleh kelompok kecil orang Indonesia yang berusaha meng-arabi(-saudi)sasikan Indonesia, lewat Da’i yang pengetahuannya cuma sedikit baik ilmu dunia maupun ilmu ke-Islamannya seperti Gymnastiar atau yang lebih dikenal dengan “A’a Gym”. Ke-Islam-an seorang Gymnastiar yang sangat “Arabi” dalam hal berpakaian atau sangat duniawi dalam hal benda-benda keduniawian seperti motor Harley ternyta terbatas pada menjual ayat-ayat Al Qur’an untuk bisa membeli motor Harley dan kawin dengan lebih daru satu perempuan. Bisa diuji kemampuan bahasa Arab dan kecendekiawanan seorang Gymnastiar atau seorang Zainuddin MZ, yang jadi kaya raya karena berjualan ayat Al Qur’an dan akhirnya bisa berkencan dengan artis cantik Nia Daniati menurut gosip yang bisa dipercaya. Hanya sebegitulah ternyata kemampuan seorang Gymnastiar dan Zainuddin MZ. Buat saya pribadi, Gymnastiar, Zainuddin MZ dan konco-konconya tidak lebih daripada laki-laki gatal tukang tipu orang Islam dengan sorbannya atau “jualan dakwahnya”. Bayangkan kalau Indonesia dikuasai oleh orang-orang macam Gymnastiar dan Zainuddin MZ yang cuma berfikir untuk membeli Harley dan mementingkan ke-gatal-annya! Kita akhirnya akan dipimpin oleh laki-laki bodoh yang gatal yang cuma berpikir bagaimana caranya bisa berhubungan badan dengan lebih dari satu perempuan dengan “jalur agama” dan bagaimana caranya mengesahkan poligami.

Para cerdik pandai dalam bidang ke-Islam-an yang mengerti bahasa Arab dan ilmu ke-Islam-an secara mendalam seperti Agus Salim dan Prof. Dr. Nurcholish Madjid berpandangan lain. Kerudung, hijab, abaya, burqa dan sebagainya apapun namanya bukanlah hakikat Islam. Islam tidak sama dengan Arabisme dan menerjemahkan Islam hendaklah secara kecendekiawanan bukan secara membabi-buta seperti orang-orang di Arab Saudi dan Afghanistan ataupun pengikut-pengikut kyai-kyai yang berjualan ayat-ayat Al Qur’an. Kedua intelektual ini juga tidak menjual ayat-ayat Al Qur’an untuk bisa kaya dan bisa kawin dengan lebih dari satu perempuan, melainkan membantu menerjemahkan Islam secara baik dan berbobot dan tidak secara fanatik. Mereka juga tidak menyarankan negara Islam ataupun pandangan-pandangan biadab lainnya seperti pemisahan laki-laki dan perempuan, budaya kekerasan dalam memahami Islam ataupun budaya yang memusuhi perempuan dan budaya kekerasan terhadap perempuan yang merupakan menu sehari-hari di negara-negara “Islam” seperti Arab Saudi, Iran dan Afghanistan. Dan juga tidak seperti pengikut-pengikut Gus Dur fanatik yang memukuli seorang aktivis perempuan Minangkabau sampai hampir mati di depan gedung Markas Besar PKB di Jl. Hj. Agus Salim, pada saat massa Gus Dur datang ke Jakarta dengan membawa golok dan senjata-senjata tajam lainnya sebelum Gus Dur jatuh dari kursi presiden, cuma karna perempuan itu mengatakan untuk tidak menggunakan kekerasan, bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari Jawa Timur saja dan bahwa Gus Dur bukan Wali. Dan memang Gus Dur bukan wali, dia hanyalah manusia biasa yang berasal dari Jawa Timur yang kebetulan mendapatkan warisan dari keluarganya untuk memimpin Nahdhatul Ulama. Gus Dur hanyalah orang biasa yang punya massa fanatik dan bodoh dan pintar memanfaatkannya.

Islam KTP dan pemeluk daripada kepercayaan

Islam di Indonesia tidaklah masuk dengan “jalan damai” seperti banyak diagung-agungkan para pengikutnya. Kenyataan ini harus kita akui, karena itu merupakan bagian dari sejarah suku bangsa-suku bangsa di Indonesia yang harus kita ketahui dan diambil teladannya agar supaya kejadian serupa tidak terulang kembali. Minangkabau menjadi Islam karena dijajah (secara kepercayaan dan ekonomi) oleh kerajaan Islam Aceh lewat serangan militer dan monopoli perdagangan, yang diikuti oleh serangan kelompok Padri yang berasal dari Aceh (Aceh: Pidie) yang diilhami dari pemikiran Wahabi yang ketika itu sedang “in” di Arab Saudi. Banyak orang Minangkabau yang dibunuh oleh orang-orang fanatik ini hanya karena mengadu ayam atau hal-hal remeh-temeh lainnya atas nama “pemurnian agama” dan “peng-Islam-an orang-orang kafir Minangkabau” yang masih “berbudaya jahiliyah yang matrilineal”. Oleh karena alasan inilah Imam Bonjol bukanlah “pahlawan” seperti buku-buku sejarah yang dibikin oleh sejarawan-sejarawan yang berkerja untuk Suharto, melainkan penghancur budaya Minangkabau dan pembantai orang Minangkabau. Perlawanan orang Minangkabau yang menyusul kejadian tersebut adalah hasil daripada politik Belanda yang ingin mengail di air keruh ketika orang-orang fanatik ini sedang menggila dan membantai orang-orang Minangkabau. Kemudian kegilaan pengikut kelompok Padri inilah yang menggila di tanah batak di Sumatra Utara yang dipimpin oleh orang Batak sendiri yang dikenal sebagai Tuanku Rao. Ketika Aceh memiliki ratu-ratu (Sultanah), mereka diperangi dan berusaha dijatuhkan oleh orang-orang fanatik dari Arab Saudi yang mengharamkan “pemimpin perempuan”. Banyak lagi cerita-cerita serupa dari Tanah Jawa dan pulau-pulau lainnya yang seharusnya diriset oleh pemikir-pemikir dari tiap suku bangsa itu sendiri.

Sampai sekarang, ditengah-tengah masyarakat Indonesia dari seluruh suku bangsa, baik di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi atau Papua, masih banyak orang Indonesia yang menganut kepercayaan dan bukannya ke lima agama patriarkat seperti Islam, Kristen, Protestan, Hindu maupun Budha. Di Minangkabau masih ada dan hidup kepercayaan terhadap Ibu Asal (Primal Mother) Bundo Kanduang, Mande Rabiah, Sikambang serta kepada alam (Alam takambang jadi guru). Di seluruh Jawa masih hidup kepercayaan kepada Nyai Loro Kidul bahkan bekas Presiden Indonesia Gus Dur masih pergi ke pantai selatan untuk minta berkah dan kekuatan dari Nyai Loro Kidul untuk bisa jadi Presiden, yang akhirnya terkabul walau tidak lama! Mungkin karna dia tidak setia hanya kepada Nyai Loro Kidul saja, melainkan juga kepada Tuhannya orang Arab 🙂 Di masyarakat Dayak, Papua, Sulawesi dan suku bangsa lainnya di Indonesia masih ada kepercayaan terhadap nenek moyang, alam, dan roh-roh. Apa salahnya dengan hal itu? Tapi mereka semua dipaksa harus memilih salah satu dari 5 agama “resmi” ini walaupun haknya dijamin oleh Undang-Undang Dasar Indonesia. Sebagai akibatnya mereka membentuk kelompok tersendiri yang dikenal dengan Islam KTP, Kristen KTP dll. Sungguh kasihan mereka dikebiri kepercayaannya dan otaknya.

Para pendiri negara Indonesia telah menjamin kebebasan beragama dan memeluk kepercayaan, tapi akhirnya cuma 5 agama yang “direstui” oleh Suharto dan pendukungnya yang diijinkan hidup di Indonesia. Kepercayaan daripada nenek moyang dari suku bangsa di Indonesia sendiri dikebiri. Seharusnya kebebasan tiap orang di Indonesia seperti dijamin dalam UUD dihidupkan kembali, dan bukannya keberpihakan hanya pada 5 agama patriarkal dunia saja yang berasal dari luar Indonesia akan tetapi juga menghormati dan mengakui kepercayaan dari dalam Indonesia sendiri. Para pendiri Indonesia telah memikirkan masak-masak tentang permasalahan ini. Kepercayaan diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar.

Penutup

Indonesia sejuta kali lebih maju daripada Arab Saudi, Iran, Afghanistan, dan negara-negara Arab lainnya seperti Yemen dan Oman yang juga menganut sekte Arab Saudi. Indonesia bahkan lebih maju dalam banyak sisi daripada negara-negara barat yang katanya sudah menganut “kesamaan hak” antara laki-laki dan perempuan. Di Indonesia hampir 100 % perempuan bersekolah, mayoritas tidak buta huruf dan punya penghasilan atau bisa berkerja dan mendapatkan penghasilan sendiri. Semua jenis perkerjaan bisa dilakukan perempuan, kerudung lebih sebagai pernyataan nilai keindahan/mode dan bukannya melambangkan kebodohan, keterbelakangan, ketertindasan dan ke-buta huruf-an perempuan. Perempuan Indonesia sudah jadi mentri sejak perempuan Eropa belum punya mentri, yaitu Hj. Rangkayo Rasuna Said, perempuan Minangkabau, yang juga pejuang melawan Belanda. Ketika Simone de Beauvoir masih memandang perempuan sebagai laki-laki yang dipotong kedua buah pelirnya dan kemaluannya, orang Minangkabau selalu melihat bahwa keberadaan laki-laki dan perempuan adalah keniscayaan alam, dalam fungsinya yang saling melengkapi seperti tatanan alam lainnya yang bersifat kedua-duaan seperti panas dan dingin, siang dan malam, gelap dan terang. Yang satu tidak lebih baik daripada yang lainnya. Kedua-duanya ada karena niscaya alam, saling melengkapi. Indonesia sudah punya Presiden perempuan ketika di tahun 2007 Ségolène Royal tidak bisa menjadi Presiden pertama perempuan dalam pemilihan umum di Perancis melawan kandidat kanan Nikolas Sarkozy karna dia cuma seorang perempuan, dan Angela Merkel di Jerman yang naik sebagai Kanzlerin perempuan pertama di Jerman di tahun 2005 dengan ditemani huru-hara karena lagi-lagi dia cuma seorang perempuan.

Kemunduran peran perempuan di Indonesia merupakan hasil daripada berlapis-lapis pengaruh budaya patriarchaat di Indonesia seperti Hindu-Jawa, Kristen-Belanda, Islam-Arab, Sukarno dan budaya ultra-patriarchat Suharto, budaya Bapakisme Suharto dan merupakan hasil penghancuran GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) yang merupakan kelompok cendekia perempuan Indonesia yang anggotanya banyak perempuan-perempuan cerdik pandai yang berasal dari Minangkabau dan Jawa. Budaya patriarchaat Jawa yang mulai dicoba dihilangkan oleh perempuan-perempuan cendekia ini dikembalikan lagi kebentuk lama budaya patriarchal Jawa yang berdasarkan pada filsafat Hindu yang berakar pada masyarakat Jawa di mana “Bapak” dianggap sebagai Tuhan Raja daripada Istri dan anak-anak. Ini terlihat dari acara TV daripada “sungkeman” keluarga Suharto dimana Suharto duduk di kursi sebagai perlambang dari Tuhan Raja, dan Ibu Sutinah berlutut dan sungkem di dengkul sang Tuhan Raja Suharto. Dalam budaya ultra-patriarchaat cara Suharto, kedudukan perempuan yang tertinggi adalah sebagai pembantu, mesin pembuat anak dan bawahan daripada sang suami, sang “Tuhan Raja” cara keluarga Suharto. Lewat cuci otak dan penumpasan daripada gerakan perempuan dan pembunuhan terhadap perempuan-perempuan cerdik pandai, Suharto ternyata masih tidak tergolong terlalu berhasil dalam usahanya meminggirkan kedudukan perempuan. Perempuan Indonesia tetap melawan dan tidak mau mengalah begitu saja dengan kelaliman dan kebiadaban Suharto, terbukti dari pergerakan Megawati Sukarno Putri sebagai simbol perlawanan terhadap kekuasaan Suharto sebelum jatuhnya rezim Suharto pada tahun 1998, Yeni Rosa Damayanti, aktivis mahasiswi Jakarta dari Universitas Nasional yang asal Minangkabau, yang karena melawan Suharto sempat dipenjara lebih dari setahun lamanya dan dilarang pulang ke Indonesia serta diasingkan di negri Belanda setelah peristiwa pelemparan telur ke muka Suharto di Dresden, Jerman, Prof. Dr. Dewi Fortuna Anwar yang asal Minangkabau yang merupakan perempuan pertama yang menjadi Penasihat Presiden. Menurut saya pribadi, Prof. Dewi Fortuna lebih cocok untuk jadi Presiden daripada bekas tentara seperti Susilo Bambang Yudoyono yang tangannya berlumuran darah, ataupun sang penjilat Suharto, Yusuf Kalla yang menganjurkan kawin kontrak, yang sudah lama terjadi di daerah-daerah tertentu seperti di daerah Puncak, Jawa Barat, untuk menarik “turis Arab”. Prof. Dewi Fortuna Anwar adalah perempuan Minangkabau yang sangat sadar akan ke-Minang-annya, akan kedudukannya sebagai perempuan Minangkabau yang yang dihormati sebagai Bundo Kanduang. Dia juga seorang cerdik pandai yang sangat cerdas dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas dalam banyak bidang dan terutama dalam masalah Politik. Selain itu dia peduli terhadap permasalahan dalam masyarakat Indonesia seperti soalan perempuan, Islam dan lainnya serta memiliki segudang pengalaman di berbagai bidang dan di banyak organisasi baik nasional maupun internasional. Dia lebih layak jadi presiden daripada SBY, Yusuf Kalla, Megawati ataupun Gus Dur. Kapan orang Indonesia terutama perempuannya sadar dan tidak memilih orang-orang dari militer yang tangannya sudah berlumuran darah ataupun maling-maling besar lainnya?

Ketertindasan dan keterpinggiran perempuan Indonesia dilakukan secara sistematis sejak jaman Belanda sampai Suharto dan sekarang sudah ada tanda-tanda untuk melanjutkan usaha penindasan tersebut oleh sekelompok orang yang mengikuti paham arabisme dan wahabisme cara Arab Saudi. Sungguh disayangkan bahwa bentuk kemasyarakatan yang penuh dengan pemikiran-pemikiran mundur, kejam dan biadab cara Arab Saudi seperti inilah yang diidam-idamkan oleh sekelompok kecil orang Indonesia yang mengatas namakan Islam. Indonesia menterjemahkan Islam secara lebih baik daripada orang-orang terbelakang Arab ini. Tokoh-tokoh seprti Agus Salim, HAMKA dan Prof Dr. Nurcholish Madjid adalah tokoh-tokoh Islam yang patut diteladani pemikirannya dan dibaca karya-karyanya, bukan Zainuddin MZ dan Gymnastiar sang laki-laki gatal penjual ayat-ayat Al Qur’an ataupun da’i-da’i korup lainnya yang dengan bersorban mengacung-ngacungkan 2 jarinya di panggung kampanye sebagai tanda mendukung Suharto. Atau seperti Rhoma Irama “si penjual suara” dan pendukung Suharto yang berlagak sebagai orang soleh yang siap masuk surga dan merasa mempunyai kekuasaan untuk secara bebas menghujat Inul yang disukai oleh sebagian besar orang Indonesia. Inul tidak pernah mendukung Suharto, sang pembunuh dan sang koruptor, Rhoma I rama jelas! Karna itulah moral Rhoma Irama si pendukung pembunuh dan maling besarlah yang mestinya ditempatkan di dalam golongan tidak bermoral.

Dari kenyataan-kenyataan yang dipaparkan di atas, seharusnya kita berpikir secara masak-masak untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, untuk “mengislamkan Indonesia” atau “memurnikan Islam” di Indonesia. Islam telah menjadi agama yang setara dengan teror, terorisme, homoseksualitas, dan perlakuan biadab, ganas, dan sangat kejam terhadap perempuan. Haruskah kita mengikuti hal tersebut?

Sayang sekali ketika Arab Saudi ingin melepaskan diri dari kungkungan absolutisme daripada paham Wahabisme dan keluarga kerajaannya, sebagian orang di Indonesia memilih untuk menjadi tiruan daripada Arab Saudi.

Dibanding dengan budaya biadab wahabisme cara Arab Saudi, saya lebih memilih, percaya sama Ibu, Etek dan kakak perempuan saya dan keluarga besar saya lainnya yang jelas-jelas mencintai dan menyayangi saya secara tulus:)

*Artikel ini ditulis untuk Bunda saya di Jakarta


4 Tanggapan to “Sebuah pledoi menentang negara Islam”


  1. 1 AB.DARMA
    April 20, 2008 pukul 8:07 am

    Negara Indonesia mempunyai UUD’45 yang memberikan kita hak untuk bersuara dan berpendapat :

    1.Menjadikan Negara Islam di Indonesia pernah diinginkan oleh teman2x kita sebangsa dari dulu ,tapi teman2x yg menginginkan hal itu harus memahami bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan dan tidak boleh dilakukan .Kita telah sepakat bahwa Negara Indonesia adalah Negara PANCASILA, bukan negara Agama tertentu,bukan negara Budaya tertentu,maupun negara Golongan tertentu.
    Hal yang perlu dikerjakan kita bersama adalah bagaimana kita dapat menjalankan amanat PANCASILA itu dengan baik dan benar.

    2.Kata-kata penulis mengenai “pejabat negara penjilat-penjilat seperti Yusuf Kalla dll” , saya rasa kata-kata itu tidak pantas bukan karena saya pendukung JK, tetapi budaya bangsa Indonesia adalah budaya yang santun ,apakah terbukti mereka-mereka yang anda sebutkan itu penjilat., ada petuah yang mengatakan hargailah orang lain jika kita ingin dihargai.

    3.AA qym atau Ust.Zainudin MZ adalah seorang manusia biasa, sah-sah saja bagi mereka jika ingin memiliki istri lebih dari 1, tetapi bukan AGAMA mereka yang salah dan mereka juga tentu tidak salah. Agama Islam sangat baik mengatur hal orang untuk memiliki istri lebih jika mampu dalam arti mampu adil.kalo adil menurut istri mereka why not?.Jadi perbedaan sudut pandang itu wajar saja namun kaidah untuk bisa mengerti apa dasarnya mereka melakukan itu. Maybe Biologist Factor daripada Jinah.

    4.Tidak usah meragukan Negara Pancasila . Marilah kita Bersatu Memajukan Bangsa Indonesia untuk menjadikan rakyat Indonesia yang makmur sentosa sesuai amanat Pancasila. dan penting dicam kan “Agama Islam tidak bertentangan dengan Pancasila”.

  2. 2 Mr. Nunusaku
    September 13, 2008 pukul 8:27 pm

    Agama islam mengatur poligami sama dengan mengatur pelacuran sesama muslim.
    Poligami berarti pelacuran yang diator oleh agama islam karena ini katanya
    wahyu dari Muhammad, bukan wahyu dari Tuhan.

  3. 3 Zul Azmi Sibuea
    Maret 12, 2009 pukul 10:16 am

    menakutkan komen blog ini, bingungin mulai dari mana, nampaknya harus jelas dulu apakah sesungguhnya yang dimaksud penulis diatas, apakah negara islam yang menganut faham : wahabisme seperti arab saudi, yang ditolak. apakah arabisme yang ditolak, jika yang ini mesti dipisahkan yang mana sistematika yang didasrkan pada agama dan yang mana didasarkan atas kultur – kalau arabisme, ya tidak harus islam, di jordan – arab belum tentu islam.

    jadi kalau ada orang indonesia yang menginginkan negara islam, contoh idealnya bukan negara manapun, atau negara pada saat manapun – yang saya fahami adalah, bahwa dasar dasar islam, dapat digunakan secara bersama membentuk kehidupan masyarakat yang islami.

  4. 4 Vara
    Maret 21, 2009 pukul 2:13 am

    yah..memang itu yang saya maksud..makanya saya sebut keduanya wahabisme/salafisme dan arabisme..masalahnya kan tidak semua orang bisa mempelajari/tahu mengenai negara2 Arab….

    negara Islam tetap tidak bisa dipakai dimanapun, sama halnya dengan negara kristen, dll negara berdasarkan agama..karena berdasarkan penelitian saya, hampir tidak ada negara di dunia, dimana masyarakatnya hanya menganut satu agama, walaupun di negara2 yang menjadikan Islam/Kristen/dll sebagai dasar negaranya…Indonesia sebagai negara yang multi agama/kepercayaan/pandangan hidup dan budaya lebih tidak relevan lagi untuk menjadikan negara sebagai negara Islam..ditambah dengan kelompok2 kekuasaaan yang mempromosikan negara Islam ini…mengerikan

    “nilai2 universal Islam” berarti adalah nilai2 yang jugaa ada pada pandangan hidup/agama/budaya lain…misalnya ajaran untuk tidak membunuh/korupsi dll…di negara tidak berdasarkan agamapun ajaran untuk tidak melakukan hal ini ada…jadi Islam tidak bisa memonopoli hal ini…tanpa negara Islampun ini dipahami masyarakat…dengan meng-Islam-kan negara maka label yang harus dianut masyarakat adalah Islam..ini yang tidak bisa diterima..karena masyarakat Indonesia dan juga masyarakat lainnya di dunia…adalah multi agama/budaya/pandangan hidup, dll…

    sekarang saja sudah bisa kita lihat…praktek2 menuju ke arah negara Islam ini yang malah hanya mendatangkan keresahan di masyarakat dan menciptakan perpecahan seperti soal UU Anti pornografi, pemaksaan pemakaian jilbag, UU ITE dll…masyarakat menjadi habis tenaganya hanya untuk mengurus perpecahan ini, hal2 yang penting mengenai penindasan negara, ekonomi, dll menjadi tidak terurus…


Tinggalkan komentar


April 2008
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930  

Blog Stats

  • 238.871 hits